Sekilas Info

Hari Santri 2019, Teguhkan Ponpes jadi Laboratorium Perdamaian

HARI SANTRI 2019 - Bupati SBB, M Yasin Payapo saat menjadi inspektur apel Hari Santri Nasional yang dipusatkan di pelataran Masjid Nurul Falah, Desa Gemba, Kabupaten SBB, Selasa (22/10/2019).

PIRU – Peringatan Hari Santri 2019 yang mengusung tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”,  semakin meneguhkan pondok pesantren (ponpes) layak disebut sebagai laboratorium perdamaian.

“Meneruskan tema tahun 2018, peringatan Hari Santri 2019 mengusung tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian,” ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag), M Nur Kholis Setiawan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Bupati Seram Bagian Barat (SBB), M Yasin Payapo saat menjadi inspektur apel Hari Santri Nasional yang dipusatkan di pelataran Masjid Nurul Falah, Desa Gemba, Kabupaten SBB, Selasa (22/10/2019).

Dikatakan, sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama.

“Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural. Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia,” katanya.

Ia memaparkan setidaknya ada sembilan alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian.

Pertama; Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. Perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, tercetusnya Resolusi Jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI misalnya, tidak lepas dari peran kalangan pesantren. Sampai hari ini pun komitmen santri sebagai generasi pecinta tanah air tidak kunjung pudar. Sebab, mereka masih berpegang teguh pada kaidah hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman).

Kedua; Metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan juga keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab. Tatkala muncul masalah hukum, para santri menggunakan metode bahsulmasail untuk mencari kekuatan hukum dengan cara meneliti dan mendiskusikan secara ilmiah sebelum menjadi keputusan hukum. Melalui ini para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik.

Ketiga; Para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian). Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.

HARI SANTRI 2019 - Bupati SBB, M Yasin Payapo saat menjadi inspektur apel Hari Santri Nasional yang dipusatkan di pelataran Masjid Nurul Falah, Desa Gemba, Kabupaten SBB, Selasa (22/10/2019).

Keempat; Pendidikan kemandirian, keija sama dan saling membantu di kalangan santri. Lantaran jauh dari keluarga, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk solidaritas dan gotong-royong sesama para pejuang ilmu.

Kelima; Gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Seni dan sastra sangat berpengaruh pada perilaku seseorang, sebab dapat mengekspresikan perilaku yang mengedepankan pesan-pesan keindahan, harmoni dan kedamaian.

Keenam, lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh sampai yang serius. Dialog kelompok membentuk santri berkarakter terbuka terhadap hal-hal berbeda dan baru.

Ketujuh; Merawat khazanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren menjadi ruang yang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang semakin pragmatis dan materialistis.

HARI SANTRI 2019 - Sejumlah santri mengikuti apel Hari Santri Nasional yang dipusatkan di pelataran Masjid Nurul Falah, Desa Gemba, Kabupaten SBB, Selasa (22/10/2019).

Kedelapan; Prinsip maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren. Tidak ada ceritanya orang-orang pesantren meresahkan dan menyesatkan masyarakat. Justru kalangan yang membina masyarakat kebanyakan adalah jebolan pesantren, baik itu soal moral maupun intelektual.

Kesembilan; Penanaman spiritual. Tidak hanya soal hukum Islam (fikih) yang didalami, banyak pesantren juga melatih para santrinya untuk tazkiyatunnafs, yaitu proses pembersihan hati. Ini biasanya dilakukan melalui amalan zikir dan puasa, sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar. Makanya santri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme.

Ia juga mengungkapkan peringatan Hari Santri Tahun 2019 ini terasa istimewa dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Dengan Undang-Undang tentang Pesantren ini memastikan bahwa pesantren tidak hanya mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga mengembangkan fungsi dakwah dan fungsi pengabdian masyarakat. Dengan undang-undang ini negara hadir untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada pesantren dengan tetap menjaga kekhasan dan kemandiriannya. Dengan undang-undang ini pula tamatan pesantren memiliki hak yang sama dengan tamatan lembaga lainnya,” ungkapnya.

Peringatan Hari Santri Nasional 2019 digelar dengan para santri dari tiga Pondok Pesantren (Ponpes), seluruh Madrasah, TPQ-TPA, serta para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Kankemenag SBB. (MT-05)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!