Usai Ditangkap Di Makassar, Terpidana Korupsi BLK Maluku Tahun 2010 Tiba Di Ambon

AMBON - Ong Onggianto Andreas, terpidana kasus korupsi Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) fiktif ada Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Provinsi Maluku tahun 2010, tiba di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Rabu (13/3/2021) pukul 15.00 WIT.
Buronan Kejati Maluku ini tiba dengan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 786 setelah ditangkap oleh tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejati Maluku, di Royal Apartemen Lantai 26 Kamar 03 Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (9/3/2021).
Setelah tiba di Kejati dengan menggunakan mobil tahanan pidsus kejati Maluku langsung di giring ke ruangan Pidsus untuk penyelesaian administrasi selanjutnya akan di eksekusi ke Lapas Kelas IIA Ambon.
Dengan mengenakan rompi tahanan merah muda nomor 02, terpidana dengan mengenakan kemeja kotak-kotak dan masker putih tampak santai.
"Yang bersangkutan ini sudah 7 tahun dikejar tim tabur Kejagung dan Kejati Maluku dan kemarin berhasil ditangkap di royal Apartement Lantai 26 Kamar 03 Kota Makassar. Dan setelah ini kita akan membawa terpidana ke lapas Ambon untuk menjalani pidana," jelas Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Rorogo Zega kepada wartawan di aula Kejati Maluku, Rabu (10/3/2021).
Sebagaimana diketahui, Direktur CV Aneka ini ditangkap setelah buron sejak tahun 2014.
Penangkapan ini Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1713 K/Pid.Sus/2013 tanggal 15 Januari 2014, Terpidana Ong Onggianto Andreas dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun serta dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidiair 6 bulan kurungan dan dihukum membayar uang pengganti Rp 516.050.000 subsidiair 1 bulan.
Terpidana Ong Onggianto Andreas diamankan di Royal Apartement Lantai 26 Kamar 03 Kota Makassar, Sulawesi Selatan setelah sebelumnya melarikan diri sejak tahun 2014 usai pihak Jaksa Eksekutor melakukan pemanggilan secara patut dan layak berdasarkan ketentuan, namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan untuk melaksanakan hukuman.
Terpidana bersama Samuel Kololu, yang saat itu menjabat Kepala BLK Maluku dan Hanny Samallo yang saat itu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), telah membuat dan menandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) fiktif tahun 2010 di BLK Maluku untuk kegiatan yang belum tercantum dalam DIPA.
SPMK kegiatan pengadaan obat dan pembekalan Kesehatan, peralatan Laboratorium dan peralatan pemeriksaan Napza pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku yang dibiayai APBD Tahun Anggaran 2010 telah diajukan oleh terdakwa untuk jaminan kredit di Bank Maluku. Setelah kredit cair ternyata tidak bisa dibayar karena pekerjaan sebagaimana tercantum dalam SPMK tidak ada, dan akibat perbuatan para terpidana telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp 2,25 miliar. (MT-04)
Komentar