Stafsus Mendagri Irjen Herry Heryawan Raih Gelar Doktor
AMBON, MalukuTerkini.com - Staf Khusus (Stafsus) Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum, Irjen Herry Heryawan, meraih gelar doktor dalam sidang disertasi.
Herry yang lahir di Ambon, 23 Februari 1972 menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di Ambon seiring penugasan ayahnya sebagai anggota TNI Angkatan Darat di korps Polisi Militer.
Saat di Ambon, Herry bersekolah di SD Kristen Urimessing A2 dan lulus pada tahun 1985. Herry menyelesaikan pendidikan menengah di Ambon dan kemudian mendaftar menjadi calon Taruna Akademi Kepolisian di Semarang . Pendidikan di Akademi Kepolisian diselesaikannya dengan baik selama 3,5 tahun tepatnya pada tahun 1996.
Herry Heryawan mengambil judul disertasi 'Upaya Pemolisian dalam Menghadapi Kompleksitas Persoalan di Papua: Penguatan Pelibatan Sosial dalam Pemerintahan, Pembangunan, dan Perdamaian'.
Sidang terbuka promosi doktor tersebut di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, (4/3/2024).
Adapun penguji sidang disertasi terdiri dari Kabaharkam Polri Komjen Muhammad Fadhil Imran, Guru Besar PTIK-STIK Irjen Chrysnanda Dwilaksana, Akademisi sekaligus Anggota DKPP 2022-2027 J Kristiadi, Dekan FISIP UI Semiarto Aji Purwanto, Guru Besar Unpad Muradi, Guru Besar STF Driyarkara Setyo Wibowo dan Dosen UI Tony Rudyansyah.
Dalam sidang terbuka, Herry menguraikan persoalan di Papua sangat kompleks yang disebabkan oleh lima akar masalah besar. Pertama, permasalahan hak asasi manusia, tantangan kesejahteraan yang belum terselesaikan, diskriminasi dan marginalisasi, diskursus mengenai status politik dan etno-nasionalisme yang terus berkembang di dalam negeri maupun luar negeri, dan terakhir yakni kehadiran aparatus di Papua yang masih terlalu besar.
Menurutnya, jika dikaitkan dengan tugas Polri, maka hal di atas persis sebagaimana yang ditegaskan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar Polri mengawal pembangunan di Papua secara proporsional.
"Dengan mengedepankan dialog yang humanis kepada masyarakat, namun tegas terhadap kelompok yang mengganggu keamanan dan ketertiban," ujar Herry.
Dalam disertasinya, lulusan Akpol 1996 ini melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Ia pun berhasil menemukan permasalahan yang ada sekaligus memberikan masukan.
Masukan pertama, penekanan kesetaraan dalam penegakan hukum melalui berbagai aturan internal Polri seperti Perkap, maklumat, maupun Perkaba diakui telah mengubah prilaku anggota kepolisian menjadi lebih humanistik dan dialogis. Kedua, restorative justice memungkinkan masyarakat OAP untuk mendapatkan keadilan yang lebih komprehensif dengan berbasis pada kepekaan antropologisnya.
"Ini memberikan ruang yang lebih luas untuk mengurai salah satu akar masalah di Papua, yakni diskriminasi dan marginalitas," ujarnya.
Mantan Dirsidik Densus 88 ini melanjutkan, temuan lain yang juga tak kalah penting adalah berubahnya wajah pelayanan publik di Papua melalui strategi Binmas Noken dan pelayanan kepolisian sehari-hari (daily service).
Dalam paparannya, Herry menjelaskan, Binmas Noken dan daily service berbasis kesetaraan dan akuntabilitas, memberikan dampak langsung pada penghentian diskriminasi oleh kepolisian kepada OAP, serta menghilangkan perbedaan kualitas layanan antara OAP dan non-OAP.
"Dua dimensi di tersebut, secara tidak langsung juga meningkatkan sensibilitas dan pemahaman anggota kepolisian terhadap Hak Asasi Manusia," jelasnya.
Masih dari disertasinya, Herry memiliki beberapa rekomendasi untuk Polri. Salah satunya adalah Polri perlu memperluas diskursus Pemolisian Demokratis yang menjangkau isu-isu seperti peran Polri dalam soal perubahan iklim, kebencanaan, serta pengembangan kebudayaan tradisional.
"Hal tersebut menjadi penting mengingat Pemolisian Demokratis dapat menjadi kerangka kerja yang terbuka bagi berbagai masalah sosial di Papua," katanya.
Sementara itu, Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran dalam nasihat akademiknya berpesan kepada Herry untuk selalu memajukan disiplin ilmu yang menjadi titik pijak dalam meraih gelar doktornya dan mengerjakan beban akademis untuk selalu melakukan pengabdian untuk masyarakat luas.
Menurut Komjen Fadil, polisi ini itu tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan teknis dan leadership. Seorang pemimpin Polri yang paripurna itu harus memiliki background akademis serta knowledge yang memadai selain kemampuan dan kematangan religius.
"Saya selalu bilang kalau mau menjadi pimpinan Polri yang memiliki daya saing dia harus memiliki minimal lima, yakni memiliki kemampuan teknis, leadership, kematangan religius, kemudian knowledge komunikasi yang baik, dan jaringan sosial yang kuat," ujarnya.
Sekedar diketahui, sidang terbuka ini dipimpin oleh Direktur Program Pascasarjana KIK, Brigjen Indarto. Sementara Promotor dalam sidang kali ini adalah Bambang Shergi Laksmono. Sedangkan Co-Promotor yaitu Robertus Robert dan Djuni Thamrin. (MT-07)
Komentar