123 Tahun Bethania Tumbuh di Tengah Kota Ambon

AMBON, MalukuTerkini.com - Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Bethania baru saja merayakan HUT ke-123, pada 25 Maret 2025. Tercatat 123 tahun Bethania tumbuh di tengah Kota Ambon.
Sejarah Jemaat GPM Bethania harus dipahami dalam kerangka sejarah masuknya injil dan kekristenan di Maluku khususnya di Kota Ambon, sebab itu sangat terkait dengan sejarah Protestantisme yang dibawa oleh Zending Belanda.
Misi protestan masuk bersamaan dengan masuknya Belanda/VOC. Tanda dimulainya Protestantisme adalah baptisan di Gereja dalam benteng New Victoria, Ambon, 24 Februari 1605.
Jemaat Bethania embrionya telah ada sejak masa VOC berkuasa di Maluku tahun 1602 danberkembang pesat pada permulaan abad 20, ketika pemerintah Hindia Belandamengambil alih VOC dan menjadikan Ambon sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di Maluku.
Memasuki permulaan abad 20 takut kalau Maluku dapat direbutoleh kekuasaan bangsa Eropa lainnya, maka Pemerintah Hindia Belanda melakukanpembenahan di bidang pemerintahan dan keagamaan. Di bidang pemerintahan diadakanlah penggabungan administrasi pemerintahan dari tiga Gonvernement yang dibangun sejak pemerintahan VOC (1602) menjadi Gouvernement der Molukken dengan pusatnya di Ambon, Staatsgemeente Amboina dipimpin oleh seorang Burgemeester (Wali Kota), dibentuknya Dewan Pemerintahan yakni Ambonraad yang membawa suara dari para Latupatih yang tergabung dalam Regentenbond.
Walau demikian, pelayanan penginjilan masih diprioritaskan kepada para tentara Belanda dan pegawai VOC oleh beberapa pelayan dari gereja Reformed Belanda, yangdikenal secara umum dengan sapaan ‘pelayan orang sakit’. Mereka bertugas di atas kapal. Karena itu kontak langsung dengan jemaat belum terjadi. Gereja dan ibadah masih sebatas dalam Benteng. Penginjilan masih sebatas untuk kepentingan pemerintah kolonial. Penginjilan kepada masyarakat pribumi belum berlangsung. Karena itu Pemerintah Hindia Belanda meminta bantuan dari Badan Pekabaran Injil Belanda (NZG) untuk membantu mengurus hal-hal rohani tentara dan warga masyarakat.
Kedatangan Joseph Kam, tenaga utusan NZG, menjadi babakan baru dalam sejarah Pekabaran Injil di Maluku dan wilayah Hindia Belanda lainnya. Ia tiba di Ambon pada 3 Maret 1815 setelah melewati pelayaran sejak 15 April 1814. Ia lebih berkonsentrasi pada kebutuhan rohani orang-orang Ambon. Karena itu misi Kam yang pertama adalah melayani jemaat-jemaat yang sudah ratusan tahun tidak disirami injil.Kam melakukan gerakan Protestanisasi jemaat-jemaat Katolik di beberapa tempat di Kota Ambon.
Ia berkunjung ke jemaat-jemaat itu dan memberitakan Injil. Agar pekabaran injil berjalan efektif, Kam menempuh beberapa kebijakan seperti: melayankan Perjamuan Kudus (26 Maret 1815 – pertama kali setelah 13 tahun tidak dilayankan), menyelenggarakan katekhisasi di rumahnya, melayani baptisan (di kalangan tentara dan orang-orang Ambon – dari negeri ke negeri), mengajar sekolah minggu, mendirikan percetakan, membangun asrama untuk anak-anak piaranya, melayani pernikahan, menjalankan kembali sekolah-sekolah dan meminta pemerintah membayar gaji guru-guru, serta kegiatan lainnya.
Situasi kerohanian di Ambon sebelum datangnya Ds. Kam memang memprihatinkan. Tercatat para pendeta seperti Van der Dusten (1809) pernah dikirim dari Makasar dan diperbantukan selama 4 tahun di Ambon. Penduduk pribumi yang di masa Portugis sudah menjadi jemaat Katolik, telah kembali ke agama asli, dan sebagian lagi kehilanngan orientasi keagamaan, sebab tidak diisi oleh pekabaran injil. Tidak ada gedung gereja untuk menghimpun mereka merupakan salah satu penyebab terjadinya kekosongan penginjilan. Pengalaman itu pula yang mendorong Kam, setelah beberapa lamanya bekerja di Ambon, meminta agar dikirim pula tenaga utusan yang bisa membantunya, termasuk untuk mengelolah pedidikan/sekolah yang sempat dirintisnya.
Dalam tahun 1832 oleh Badan PI di Belanda dikirim seorang pembantu mendampingi Joseph Kam di Ambon ialah Pdt. Gericke, yang terus bekerja selama 9 bulan sampai meninggalnya Joseph Kam (18 Juli 1833).
Dalam tahun 1835 oleh B.N.I. Roskott, seorang guru sekolah,menjadi pemimpin dan pendidik di sekolah pendidikan guru yang dikhususkan untuk masyarakat pribumi.Sekolah ini terletak di Batu Merah. Atas usul Roskott oleh NZG didatangkan tenaga-tenaga pekabar injil dari Belanda.Pekerjaan gereja dan pekabaran injil mulai mendapat bentuknya, dan menunjukkan kemajuan di berbagai segi. Gereja Hindia Belanda (Indische Kerk) mulai menata jemaat-jemaat yang baru ini dengan membentuk Jemaat Resort/Kota Ambon (1850).
Jemaat Kota Ambon pada masa itu merupakan Jemaat berbahasa Belanda, yakni yang ada di dalam benteng, dan jemaat-jemaat berbahasa Melayu yang ada padakomunitas sosial di sekitar benteng. Jemaat-jemaat itu kemudian dikenal dengan nama wiyk (wilayah) Bethania, wiyk Silo dan wiyk Bethel yang diperkirakan telah ada sejak tahun 1880
Meskipun jemaat-jemaat wiyk berbasis melayu itu telah ada namun perkembangan maupun kehidupan social kemasyarakatan, mereka cenderung tertutup karena masih berbasis negeri atau latar belakang budaya sehingga belum
dapat berkembang dengan baik. Peribadahan kepada mereka dilakukan dalam Gedung Gereja Besar (Grote Kerk) gereja berbahasa melayu (sekitar Puskud Amboina sekarang) sampai tahun 1944 dan berada dalam pengawasan Belanda. Pada saat kedatangan Kam, ibadah kepada jemaat berbahasa melayu juga berlangsung di Kapel yang dibangunnya (1816) di pekarangan rumahnya.
Jemaat-jemaat itu di awal tahun 1900-an, mengalami perubahan yang mendasar.
Terbentuk sebagai jemaat mandiri yakni Jemaat Bagian Bethania (25 Maret 1902), Jemaat Bahagian Silo (15 April 1903), dan Jemaat Bahagian Bethel (29 Mei 1904), dan Jemaat Bahagian Rehoboth (10 Juli 1904). Maka pada tahun 1926 ketika Ambon menjadi Kota Praja di bawah pimpinan seorang Walikota, ketiga jemaat itu dimasukkan ke menjadi bagian wilayah Kota Praja, sedangkan jemaat Rehoboth menjadi bagian dari Pulau Ambon. Jemaat Kota Ambon ini terdiri dari anggota jemaat yang berbahasa Melayu dan bahasa Belanda di bawah satu Majelis Jemaat.
Pembentukan Majelis Jemaat, sejak terbentuknya jemaat di Kota Ambon, semua terjadi dengan cara pengangkatan dan tidak melalui pemilihan. Pada tahun 1928, baru Indiscke Kerk merumuskan Peraturan pemilihan majelis jemaat untuk jemaat-jemaat di Maluku.
Adanya perubahan nama dan status yang baru itu maka jemaat bagian Bethania lalu membangun sebuah rumah gereja darurat (bangunan gereja pertama). Ketika Jepang menduduki Kota Ambon (1942) suasana perkembangan keagamaan terhenti akibat banyak pendeta dan jemaat melarikan diri. Sejalan dengan itu rumah-rumah gereja dihancurkan termasuk bangunan gereja pertama, sedangkan bangunan Grote Kerk dipakai sebagai gudang dan tempat mengikat kuda. Dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun kehidupan beragama di kota Ambon seakan-akan mati sampai akhirnya sekutu memborbandir kota Ambon (1944) yang meluluh lantakan seluruh bangunan di Kota Ambon termasuk bangunan Grote Kerk.
Dalam pergumulan selanjutnya, dibentuklah Gereja Masehi Injili Am (GMIA), sebagai upaya membentuk gereja mandiri lepas dari Indische Kerk. Ketiga Jemaat khusus Kota Ambon itu menjadi bagian dari GMIA.
Pada proto sinode 1933, disepakati usaha ke arah kemandirian gereja di Hindia Belanda. Setelah Gereja Masehi Injili Minahasa melembaga (1933), maka pada 6 September 1935, dilembagakan gereja bagian mandiri yang disebut Gereja Protestan Maluku (GPM).
Pada waktu itu, di GPM terdapat 161 Jemaat dan 6 Klasis, yakni:
- Jemaat Kota Ambon dengan nama jemaat Khusus
- Klasis Pulau Ambon
- Klasis Lease
- Klasis Seram Barat (Piru)
- Klasis Seram Timur (Amahai)
- Klasis Banda
Jemaat Kota Ambon disebut Jemaat Khusus karena mempunyai kekhususan, yaitu mengirim perutusan langsung ke persidangan sinode berbeda dengan jemaat-jemaatlain dalam GPM, sampai terbentuknya menjadi Klasis Kota Ambon tanggal 20 Mei 1973.
Dengan terbentuknya Klasis Kota Ambon maka Jemaat bahagian Bethania, Bethel dan Silo diubah menjadi jemaat Bethania, Jemaat Bethel dan Jemaat Silo. Tiga jemaat inimenjadi bagian dari Klasis Kota Ambon.
Salah satu simbol sejarah untuk mengabadikan keberadaan tiga jemaat tadi sebagai bukti sejarah, termeterai pada gedung Gereja Maranatha (berada pada titik nol Kota Ambon), yang dihadiahi oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada masyarakat Maluku. Pada gedung gereja Maranatha terdapat 3 pintu yaitu: Pintu Silo, yang berhadapan dengan Kantor Gubernur Provinsi Maluku adalah Pintu Silo, Pintu Bethania,yang berhadapan dengan Lapangan Merdeka, dan Pintu Bethel, yang berhadapan dengan Kantor Sinode GPM.
Jemaat-jemaat dalam Bandar Ambon itu merupakan refleksi dari keluarnya kekristenan dari benteng dan berjumpa dengan masyarakat lokal/pribumi. Komunitas yang menempati wilayah Soya di Bawah, Soa Ema, Soa Kilang, menegaskan bahwa oranglokal merupakan inti dari adanya gereja di Bandar Ambon. Tidak hanya itu, dengan dimasukkan tiga jemaat tadi (Bethania, Silo, Bethel) dalam Kota Praja, semakin menegaskan bahwa Kota Ambon disanggah oleh tiga tiang pokok yaitu gereja ini.
Ketika Negara Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945 dan suasana di daerah-daerah berhasil dipulihkan dimana masyarakat kembali dapat melaksanakan kehidupan beragamanya dengan bebas. Maka sesuai perkembangan Jemaat bagian Bethania lalu membangun kembali gerejanya yang telah hancur itu dengan sebuah bangunan yang sederhana berdinding gaba-gaba/semipermanen(bangunan gereja kedua); kelak gereja gaba-gaba/semi permanen ini direnovasi di tahun 1963 menjadi gereja permanen. Sayang sekali data dan informasi fisik mengenai bangunan awal tersebut sampai sekarang belum dapat ditemukan.
Pada tahun 1963 di masa kepemimpinan Walikota Ambon Drs.J.M.E.Soukotta, Jemaat bagian Bethania melaksanakan renovasi bangunan gereja gaba-gaba.
Saat itu yang menjadi Ketua Majelis Jemaat adalah Pendeta D Siahaya yang dibantu oleh Pendeta Ririmase dan 15 orang Majelis Jemaat ditambah 1 orang mahasiswa praktek.
Disaat itu wilayah pelayanan jemaat khusus Bethania meliputi daerah kota, Skip, Batu Meja, Batu Gajah Atas, sampai didaerah Pasar Gotong Royong sehingga kebutuhan untuk memiliki sebuah gereja yang representatif.
Hal yang samapun juga dirasakan oleh Pendeta.L.Lohy yang mulai bertugas di Bethania sejak tahun 1969-1972. Saat itu jemaat ini menjadi jemaat khusus kota Ambon bagian Bethania.
Pada Persidangan Jemaat tahun 1978, ditetapkan beberapa keputusan strategis antara lain: pembangunan balai kerohanian (BK) di setiap Sektor, pembangunan pastori di belakang gereja Bethania,dan membatalkan tukar tambah lahan Baileo Oikumene dengan Kantor Pos Ambon.
Pembangunan BK dimaksud karena adanya lonjakan jumlah anggota jemaat dan luas jangkauan wilayah pelayanan saat itu. Jumlah anggota jemaat saat itu terhitungsebanyak 15.000 orang dan memiliki 9 sektor pelayanan yang dinamakan sesuaiwilayahnya yaitu;
- Kompleks Maranatha sampai belakang kota dan Paradise
- Pulogangsa (Pulau Angsa)
- Skip (dari Air Kaki Setang – Skip Bawah)
- Batu Meja
- Bere-Bere
- Batu Gajah Atas
- Batu Gajah Tengah
- Batu Gajah Bawah
- Soa Ema
Kemudian pada tahun 1984 berdasarkan hasil Persidangan Jemaat makanamaSektor diubah sesuai dengan nama Alkitab seperti sektor Batu Gajah Atas menjadi Yabok, Skip Atas menjadi Ebenhaezer dan lain-lain.
Pada Persidangan Jemaat Bethania ke-4 tanggal 17 Juli 1986. Persidangan dimaksud akhirnya memutuskan untuk dimekarkan dua sektor pelayanan dari Jemaat Bethania lama yaitu sektor skip atas dan sektor skip bawah yang akan dimekarkan menjadi Jemaat GPM Ebenhaezer.
Selanjutnya berdasarkan hasil persidangan Jemaat Bethania tersebut, maka dibentuk Panitia Pemekaran Jemaat Bethania Baru (SK tanggal 25 Juli 1986, No 15/Kep/VII/1986). Akhirnya pada tanggal 31 Oktober 1986 Jemaat Ebenhaezer diresmikan pelembagaannya secara mandiri dengan Ketua Majelis Jemaat adalah Pendeta AF Manupessy dan dilengkapi dengan Majelis Jemaat Bethania terpilih periode 1986 –1990.
Dengan dimekarkannya Jemaat Ebenhaezer dari Bethania, maka dalam Klasis Kota Ambon terdapat 5 (lima) Jemaat, masing-masing:
- Bethel, dengan gereja pusat di Mardika (sampai saat ini)
- Bethania, dengan gereja pusat di Batu Meja (sampai saat ini)
- Bethabara, dengan gereja pusat di Batu Merah (telah hancur akibat konflik 1999)
- Imanuel, dengan gereja pusat di Karang Panjang (sampai saat ini)
- Ebenhaezer, dengan gereja pusat di Skip Atas (sampai saat ini)
Setelah pemekaran Jemaat Ebenhaezer, Jemaat Bethania dipimpin oleh Pdt.H.Leleury, sebagai Ketua Majelis Jemaat dan dibantu oleh Pdt.Nn.Netty Pattiradjawane,S.Th; dan dibantu oleh 48 orang majelis jemaat untuk melayani jemaat di 6 (enam) Sektor masing-masing: Yabok, Sion, Irene, Siloam, Syalom dan Getsemani.
Pada bulan Desember 1988 berdasarkan SK mutasi dari Sinode, Pdt.A.Z.E. Pattinaya,S.Th dari Jemaat Lakor Kecamatan Leti dimutasikan ke Jemaat Bethania menjadi Pendeta Jemaat. Pada saat itu berlaku peraturan GPM bahwa jika disuatu jemaat di dalamnya ada lebih dari satu pendeta, maka Ketua Majelis Jemaat memegang jabatan hanya 1 tahun, sedangkan anggota Majelis Jemaat menjabat dalam satu periode dengan lama 4 tahun.Hal ini berarti terjadi pergantian Ketua Majelis Jemaat setiap tahun di jemaat tersebut.
Karena pemberlakuan peraturan tersebut, maka di tahun 1989 saat Pdt A.Z.E.Pattinaya,S.Th mulai menjalankan tugasnya sebagai pendeta jemaat. Jemaat Bethania diketuai oleh Pdt.H.Leleury,S.Th sebagai Ketua Majelis Jemaat.
Tahun 1990 terjadi serah terima Ketua Majelis Jemaat Bethania dari Pdt.H.Leleury ke Pdt. A.Z.E. Pattinaya, S.Th, dan masa kepemimpinannya sudah berganti 5 tahun sesuai peraturan gereja yang baru.
Dlaam perjalanan selanjutnya peristiwa penahbisan dan pemekaran Jemaat Bethania pada tanggal 8 Januari 1995 dilakukan sesuai SK BPH Sinode GPM Nomor 164/IX/ORG, merupakan suatu fakta sejarah yangsangat penting.
Sejak peristiwa itu, Jemaat Bethania yang sebelumnya terdiri dari 2011 KK, 10.208 Jiwa, 8 Sektor dan 53 Unit Pelayanan, telah berubah menjadi 6 Jemaat mandiri, antara lain :
- Jemaat Bethania terdiri dari 328 KK, 2115 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt. A.Z. E. Pattinaya, S.Th
- Jemaat Getsemani terdiri dari 286 KK, 1462 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt. Nn. S. Moniharapon, S.Th
- Jemaat Syalom terdiri dari 394 KK, 1949 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt. J. Hitijahubessy, S.Th
- Jemaat Eirene terdiri dari 222 KK, 1121 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt.Nn. N. Pattiradjawane, S.Th
- Jemaat Sion terdiri dari 207 KK, 1023 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt. Pelapory
- Jemaat Pniel terdiri dari 496 KK, 2614 Jiwa, dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt. H. Leleury, Sm.Th
Sebelum dilakukan akta pemekaran jemaat, didahului dengan pentahbisan Majelis Jemaat Bethania periode 1995-2000.
Di tahun 1995 Jemaat GPM Bethania ditugaskan oleh Sinode GPM menjadi tuan rumah perayaan HUT GPM. Hal ini menjadi momen yang menarik, karena setelah pemekaran jemaat hanya tinggal 3 sektor, yakni : Sektor Siloam, Eden dan Mahanaim.
Kondisi jemaat GPM Bethania Pasca Pemekaran tanggal 8 Januari 1995, dapat digambarkan bahwa wilayah pelayanan Jemaat Bethania baru meliputi Belakang HotelAnggrek, Waititar-Soa Ema, Pulugangsa, Pardeis dan sekitar Gereja Maranatha. Secara organisasi jemaat Bethania memiliki 6 Sektor, 15 Unit Pelayanan, 3 Wadah PelayananPria, 3 Wadah Pelayanan Wanita, 3 Wadah Anak Remaja, 1 Cabang AMGPM, 6 Ranting AMGPM dan 5 wadah Non Struktural.Menariknya adalah saudara-saudara di kompleks Benteng Victoria Ambon yang berjumlah 34 KK menyatakan diri bergabung dalam wilayah pelayanan jemaat Bethania.Mereka membentuk satu unit dan menjadi unit 3 dari Sektor Eden.
Pasca Konflik 1999 di Kota Ambon, maka Jemaat Bethania terdapat tiga Sektor masing-masing Eden, dengan 3 Unit, Mahanaim, dengan 5 Unit dan Siloam, dengan 3 Unit.
Sesuai persidangan ke-25 tahun 2005, diputuskan untuk membongkar gedung gereja Bethania dan membangun suatu gedung yang baru. Selain keadaan bangunan yang sudah tua, dan terdapat kerusakan di beberapa bagian, tetapi perlu ada satu bangunan yang bisa menampung seluruh aktifitas jemaat.
Pada bulan Oktober 2011, setelah akta pembongkaran gereja Bethaniadilaksanakan seluruh aktivitas pelayanan ibadah Minggu dialihkan ke gedung Serbaguna Hok Im Tong dan Gereja Maranatha.
Peletakan batu penjuru gereja baru dikerjakan pada tanggal 25 Maret 2012 dan Bethania baru dan ditahbiskan pada 4 September 2016.
Dalam perjalanan selanjutnya hingga saat ini, Bethania terus mengalami perkembangan pelayanan dan pembinaan umat guna menjadi jemaat yang memiliki ketahanan iman, missioner, mandiri dan peduli lingkungan dalam konteks pelayanan jemaat kota secara utuh. (diringkas dari Buku Sejarah Jemaat Bethania)
Komentar