Frederika Pello Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unpatti, Ini Bidang Kepakarannya

AMBON, MalukuTerkini.com – Profesor Dr. Frederika Selfientje Pello, M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar Dalam Ranting Ilmu/Kepakaran Produktivitas Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura (Unpatti).
Pengukuhan tersebut berlangsung dalam Rapat Terbuka Luar Biasa Senat Unpatti yang berlangsung di Auditorium Unpatti, Ambon, Senin (11/8/2025).
Saat pengukuhan, Pello menyampaikan pidato bertajuk “Dampak Fitoplankton Berbahaya Terhadap Produktivias Perairan Dalam Pengeloaan Perikanan Berkelanjutan”.
Pello yang merupakan Alumni SMAN 1 Ambon tahun 1990 ini mengatakan fitoplankton berbahaya (Harmful Algal Blooms/HABs) telah menjadi tantangan utama dalam pengelolaan ekosistem pesisir dan laut.
“Fenomena ini tidak hanya berdampak pada ekologi perairan, tetapi juga memberikan konsekuensi sosial-ekonomi yang luas,” katanya.
Ia menguraikan dampak utama dari keberadaan fitoplankton berbahaya yaitu kematian massal biota laut.
“Toksin yang dihasilkan oleh beberapa jenis fitoplankton dapat merusak sistem pernapasan biota, khususnya insang ikan, menyebabkan kelumpuhan saraf, dan dalam banyak kasus berujung pada kematian massal. Hal ini berdampak langsung terhadap kelangsungan populasi spesies, hasil tangkapan nelayan, dan stabilitas ekosistem perairan,” ungkap yang menamatkan pendidikan sarjana pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Unpatti tahun 1986 ini.
Dijelaskan, penurunan populasi ikan, penutupan area penangkapan atau budidaya, serta tingginya biaya mitigasi dan pemulihan menjadi beban signifikan bagi pelaku usaha perikanan.
“HABs dapat merusak rantai pasok hasil laut dan mengganggu keberlanjutan industri perikanan lokal dan nasional,” jelas Pello yang menamatkan pendidikan Magister llmu Perairan pada Institut Pertanian Bogor tahun 2000 ini
Tak hanya itu, fitoplankton juga dapat menjadi ancaman terhadap kesehatan manusia sebab konsumsi makanan laut yang terkontaminasi racun fitoplankton seperti saxitoxin, okadaic acid, atau domoic acid dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti PSP (Paralytic Shellfish Poisoning), DSP (Diarrhetic Shellfish Poisoning), dan ASP (Amnesic Shellfish Poisoning), yang dapat berakibat fatal.
“Selain itu, degradasi kualitas lingkungan terjadi akibat dekomposisi biomassa fitoplankton yang mati, yang dapat mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO). Hal ini memicu terbentuknya zona hipoksia bahkan anoksia yang sangat berbahaya bagi seluruh komunitas akuatik,” ungkap Pello yang menamatkan pendidikan Doktoral llmu Perairan pada Institut Pertanian Bogor tahun 2014 ini.
Pello yang sejak tahun 19901 menjadi Dosen Fakultas Perikanan Unpatti inimengatakan, pengelolaan perikanan tidak dapat lagi hanya berfokus pada eksploitasi sumber daya, melainkan harus mengadopsi pendekatan holistik dan adaptif yang mempertimbangkan dinamika ekosistem serta perubahan lingkungan yang menjadi pemicu HABs.
Beberapa pilar utama yang harus menjadi perhatian dalam konteks ini yaitu Peningkatan Kapasitas Riset dan Pemantauan Penelitian yang mendalam sangat diperlukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis fitoplankton berbahaya di wilayah lokal, memahami faktor pemicu blooming, serta mengembangkan metode deteksi dini yang akurat. Sistem pemantauan yang berkelanjutan dan berbasis data sangat penting untuk memberikan peringatan dini kepada komunitas pesisir dan otoritas terkait.
“Ada juga Pengembangan Sistem Mitigasi dan Adaptasi Inovasi teknologi mitigasi, seperti penggunaan agen biokontrol, sistem filtrasi, atau adsorben toksin, perlu dikembangkan dan diuji. Di sisi lain, strategi adaptasi untuk masyarakat terdampak—seperti diversifikasi sumber pendapatan, pengembangan budidaya spesies tahan stres lingkungan, atau pergeseran lokasi budidaya—perlu didorong melalui program pemberdayaan,” kata Pello yang pernah menjabat Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Unpatti periode 2015 - 2019 dan 2019 - 2023 ini
Ia mengaku diperlukan juga peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat melalui edukasi masyarakat pesisir mengenai bahaya fitoplankton berbahaya, pentingnya sanitasi perairan, serta cara menghindari konsumsi hasil laut yang tercemar merupakan kunci dalam upaya mitigasi.
“Partisipasi aktif komunitas dalam program pemantauan partisipatif (community-based monitoring) akan meningkatkan efektivitas pengelolaan HABs,” ujarnya. (MT-01)
Komentar