Sekilas Info

Tiga Bahasa Daerah di Maluku Punah

AMBON, MalukuTerkini.com – Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku (BBPM), Kity Karenisa mengaku tiga bahasa daerah di Maluku kini telah punah.

Hal ini diungkapkan Kity Karenisa dalam Rapat Kerja Komite III DPD RI dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan Atas Pelaksanaan UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan terkait Bahasa Daerah yang dipusatkan di Di Gedung Pertunjukan Balai Bahasa Provinsi Maluku, Senin (1/12/2025).

Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komite III DPD RI  Filep Wamafma, dihadiri pula oleh anggota DPD RI Dapil Maluku Anna Latuconsina.

Karenisa mengaku, 3 diantara 71 bahasa daerah di Maluku sesuai data BBPM tahun 2024. “Ketiga bahasa yang punya tersebut yaitu Bahasa Hoti, Bahasa Kalely (Kayeli) dan Bahasa Piru. Jika tidak ada langkah serius, sangat mungkin Maluku akan kehilangan lebih banyak bahasa daerah lagi," ungkapnya.

Dikatakan, walaupun kajian vitalitas secara menyeluruh belum dilakukan, namun indikasinya adalah mayoritas bahasa berada pada kategori terancam punah dan kritis.

“Jika suatu bahasa hanya dituturkan oleh penutur berusia 20-an tahun, maka bahasa tersebut berada pada tahap terancam punah. Namun, jika hanya dituturkan oleh penutur berusia 40 tahun ke atas, maka bahasa tersebut masuk kategori kritis. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat vitalitas bahasa di Maluku benar-benar memerlukan perhatian khusus,” katanya.

Ia menjelaskan, Bahasa Melayu Ambon yang datang melalui gelombang perdagangan berabad-abad lalud engan bahasa-bahasa lokal yang telah lama dimiliki masyarakat Maluku, tampak Bahasa Melayu Ambon justru termasuk bahasa yang paling aman dari sisi vitalitas.

Sementara bahasa-bahasa asli yang menjadi identitas masyarakat adat di berbagai pulau, sebagian besar berada pada posisi lemah, hampir punah, atau sangat kritis.

"Mengapa Masyarakat Maluku Meninggalkan Bahasa Daerah? Dari hasil pengamatan kami, ada beberapa alasan utama,  Akses pendidikan dimana, dahulu ada persepsi menggunakan bahasa daerah menghambat akses pendidikan formal. Ada juga factor ancaman masa depan, dimana ada anggapan masa depan anak akan terhambat jika hanya menguasai bahasa daerah. Selanjutnya, persepsi bahasa global. Padahal, dalam UU 24/2009 tidak ada satupun bahasa yang ditetapkan sebagai “bahasa global.” Yang diakui negara hanya Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Bahasa Asing. Tidak ada hierarki bahasa asing lebih tinggi dari bahasa daerah. Pandangan lama ini harus segera diubah karena bukti ilmiah menunjukkan bahwa menguasai bahasa daerah justru memperkuat kemampuan bahasa nasional dan bahasa asing, bukan sebaliknya," jelas Karenisa.

Olehnya itu  dilakukannya Gerakan “Generasi Multibahasa” dimana BBPM membuat satu gerakan untuk menciptakan generasi multibahasa.

"Generasi yang menguasai bahasa daerah, Bahasa Indonesia, dan bahasa asing," ujarnya. (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!