Mantan Sekda Buru Divonis 5 Tahun Penjara

AMBON - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon memvonis mantan Sekda Kabupaten Buru, Ahmad Assagaff dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Putusan disampaikan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (14/1/2021) secara virtual dipimpin majelis hakim diketuai, Ahmad Hukayat didampingi Cristina Tetelepta dan Benhard Panjaitan masing-masing selaku hakim anggota.
Sidang dengana genda pembacaan putusan berlangsung di dalam ruang sidang anak dihadiri penasehat hukum terdakwa, Boyke Lesnussa sementara, Jaksa Penuntut Umum terlihat berada di balik layar virtual, dan termasuk terdakwa yang berada di Rutan Kelas IIA Ambon.
Selain pidana badan terdakwa diharuskan membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan atas perbuatanya yang merugikan negara dalam kasus korupsi dugaan penyalahgunaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Buru tahun 2016-2018.
Majelis hakim juga menyatakan Assagaff diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 9 miliar lebih, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mengembalikan maka diganti dengan tambahan pidana penjara selama dua tahun.
"Mengadili, terdakwa Ahmad Assagaff terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaiamana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," tandas majelis hakim.
Menariknya, diakhir putusan itu, setelah Hakim menilai perbuatan terdakwa dalam jabatan sebagai Sekda Kabupaten Buru saat itu tidaklah mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, Asagaff terlihat tidak ingin dihukum sendiri.
Saat Hakim memberikan kesempatan kepadanya untuk menanggapi vonis tersebut, Asaggaff lalu menyatakan pikir-pikir. Menggunakan kemejah putih dan sonkoh berwarna hitam itu, Assagaf lalu mengangkat tangganya ke atas sambil memagang kertas yang menyampaikan keterlibatan Ramli Umasugi Bupati Buru dan wakilnya, Amos Besan yang diduga terlibat ikut menikmati dana tersebut.
"Yang mulia atas putusan tersebut saya nyatakan pikir-pikir. Saya berterimakasih. Namun, ingin perlu saya tunjukan di kertas saya ini adalah bukti pengambilan uang Bupati dan Wakil Bupati. Terimakasih, kiranya ini dipertimbangkan nantinya," tandas Assagaff.
Atas sikap itu, Hakim tidak banyak berkelak. Karena ini akhir dari pemeriksaan perkara tersebut kusus untuk perkara terdakwa Ahmad Assagaff. Sidang kemudian berakhir.
Sementara itu usai sidang penasehat hukum Assagaff, Boyke Lesnussa mengatakan, apa yang disampaikan klienya itu baru dilihatnya.
Namun, ia berharap dapat dilihat oleh Jaksa sebagai bentuk tindak lanjut atas kasus korporasi tersbebut.
"Saya baru tahu. Memang sudah dibuka dalam persidangan. tapi soal bukti yang ditunjukan tadi saya baru tau, sehingga saya berharap kasus ini bisah diproses lanjut oleh Jaksa," ujar Lesnussa.
Untuk diketahui, dalam kasus ini terdakwa Ahmad Assagaff dan La Joni dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buru dan Kejati Maluku dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
Keduanya dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan daerah untuk belanja barang dan jasa Sekretariat Daerah Tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018 pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sekretaris Daerah Kabupaten Buru.
JPU dalam tuntutannya menuntut terdakwa Mantan Sekda Buru Ahmad Assagaf membayar uang pengganti sebesar Rp 11.328.487.705. dengan ketentuan jika terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta benda disita dan dilelang untuk menggantikan kerugian negara, akan tetapi jika terdakwa tidak memiliki harta benda maka diganti dengan pidana penjara selama 3,6 tahun penjara, serta menyatakan terdakwa agar membayar denda sebesar Rp. 500 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan untuk terdakwa Bendahara Setda Buru, La Joni Ali tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti, namun hanya dijatuhi hukuman tambahan berupa denda Rp.500 juta, subsider 6 bulan kurungan
Perbuatan tipikor yang dilakukan kedua terdakwa, dalam kasus ini yakni, melakukan belanja pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya, misalnya, belanja perawatan kendaraan bermotor senilai Rp 180.188.705,00, belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor. Kemudian belanja dipertanggungjawabkan untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan, dengan item-item, belanja peralatan kendaraan bermotor senilai Rp 2.516.1114.000,00, belanja sewa Sarana mobilitas senilai Rp 4.558.4000,00, belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor senilai Rp 4.037. 725.000,00, selanjutnya BPO direalisasikan lebih tinggi dari pagu anggaran yang tersedia senilai Rp 33.660.000,00.
Dari total dana tersebut, ditemukan jumlah nilai kerugian keuangan negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai hitungan BPK sebesar Rp 11.328.487.705,00. (MT-04)
Komentar