Catatan Pergantian Tahun PWI: Pers Cenderung Dramatisasi Bencana
AMBON - Tahun 2018, bangsa Indonesia tak henti-henti dirundung musibah bencana alam dan bencana sosial. Dari gunung meletus, gempa bumi, terorisme hingga tsunami silih berganti melanda negeri tercinta ini.
Tentu saja, bencana itu menjadi perhatian pers nasional. Namun dalam beberapa momentum, menurut Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari, masih ditemukan kecenderungan pers untuk mendramatisasi keadaan korban dan dampak bencana secara berlebihan.
"Alih-alih menghormati perasaan traumatik korban sebagaimana telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik, sebagian media justru mengeksploitasi perasaan traumatik korban bencana," ungkap Atal dalam rilis Catatan Pergantian Tahun PWI yang diterima redaksi malukuterkini.com, Sabtu (29/12/2018).
Ke depan, tandas Atal, perlu diingatkan pentingnya menegakkan Kode Etik Jurnalistik dalam liputan bencana alam dan bencana sosial.
"Dramatisasi atas keadaan kebencanaan dan eksploitasi atas keadaan korban mesti dieliminir dalam pemberitaan pers nasional. Digantikan dengan pemberitaan yang lebih berorientasi pada penyelesaian masalah, mitigasi bencana, penanganan trauma korban dan pemulihan harapan dan optimisme para korban (manufacturing hopes)," tandasnya.
Ia menambahkan pers juga mesti mempertimbangkan benar dampak-dampak pemberitaan bencana alam terhadap kepentingan publik yang lain seperti keamanan nasional, penanganan terorisme, perekonomian nasional, pariwisata, penerimaan devisa negara dan lain-lain. (MT-03)