Sekilas Info

Ketua KPU Ungkap Alasan Indonesia Belum Siap Pemilu ‘e-Voting’

Ketua KPU, Arief Budiman

JAKARTA - Gagasan agar pemilihan umum di Indonesia dilakukan secara elektronik atau electronic voting (e-voting) mengemuka lagi setelah banyaknya petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia saat bertugas.

Menyikapi gagasan tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menilai penggunaan perangkat canggih tersebut memang akan sangat efisien.

Namun ia menilai setidaknya hingga lima tahun ke depan, hal itu masih sulit diterapkan secara nasional. Sebab sistem e-voting mensyaratkan infrastruktur (jaringan listrik dan internet) yang baik.

"Padahal jika data satu TPS saja tak masuk kedalam rekapituasi nasional, KPU tak bisa memutuskan siapa pemenang Pemilu," kata Arief di Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Belum lagi soal biaya untuk pengadaan mesin yang relative mahal. Di beberapa negara yang menggunakan model e-Voting, mereka harus menyediakan minimal 5 mesin. Tujuannya jika 1 atau 2 mesin ngadat masih ada 2 mesin cadangan.

Dengan jumlah TPS di Indonesia yang mencapai 810 ribu, jika 1 TPS ditempatkan 3 mesin, setidaknya butuh 2,4 juta mesin. Bisa saja jumlah pemilih di TPS diperbanyak. Namun kultur di Indonesia, biasanya TPS mendekati calon pemilih bukan sebaliknya. Di beberapa negara yang sudah maju demokrasinya, pemilih yang mendekati TPS.

Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah, jika menggunakan e-Voting, budaya masyarakat Indonesia yang menjadikan Pemilu sebagai pesta bisa saja hilang.

"Saya senang sekali pergi ke TPS, di sana kita lihat orang-orang bersorak sorai saat penghitungan. Petugasnya dandan macam-macam," kata alumnus Fisip Unair, Surabaya itu.

Ia juga mengungkapkan, dari pengamatannya berkunjung ke sejumlah negara maju justru mulai meninggalkan sistem e-voting. Di sejumlah negara, proses pencoblosan kembali ke pola konvensional. Hanya saja saat proses penghitungan mereka menggunakan electronic accounting.

"Jadi ngitungnya elektronik. Vote (pemilihan) tetap biasa, tapi setelah itu accounting dengan mesin. Ada juga yang menggunakan rekapitulasi elektronik," kata Arief.

Sistem rekapitulasi elektronik itulah yang kini dilakukan oleh KPU dengan model SITUNG (Sistem Informasi Penghitungan Suara).

Namun jika memang e-Voting mau diterapkan di Indonesia, Arief melanjutkan, hal itu bisa dimulai secara bertahap. "Kita bisa mulai dari pilkada kabupaten/kota dahulu sambil menguji dan mengevaluasi apa plus-minusnya," kata lelaki kelahiran Surabaya 2 Maret 1974 itu. (MT-06)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!