Sekilas Info

Hari Suci Galungan

HARI RAYA GALUNGAN - Umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Siwa Stana Giri, Ambon, Maluku, Rabu (24/7/2019). Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan setiap 6 bulan sebagai hari kemenangan kebenaran (Dharma) diatas kejahatan (Adharma) yang diisi dengan persembahyangan di Pura.

Pada setiap Buda Kliwon Wuku Dungulan Umat Hindu Indonesia merayakan Hari suci Galungan bagi umat Hindu adalah hari kemenangan.

Galungan dimaknai Kemenangan sifat sifat Daiwisampad atas Asurisampad. Asurisampad adalah kecenderungan sifat-sifat jahat (keraksasaan) yang terdapat pada diri manusia. Daiwisampad yakni kecenderungan sifat-sifat yang baik/mulia (kedewataan) dalam diri manusia. Dengan Daiwisampad manusia akan memiliki kecenderungan berbuat menurut kebenaran (Dharma) sementara Asurisampad akan membuat manusia cenderung menentang kebenaran atau berperilaku Adharma.

Ketua PHDI Provinsi Maluku, I Nyoman Sukadana, S.Kp.G

Seseorang yang senantiasa berjalan dijalan dharma dan berpegang kepada ajaran dharma, maka dia akan mendapat perlindungan dari dharma itu sendiri sebagaimana tersurat dalam Manawa Dharma Sastra VIII.15 yang menyatakan:

धर्म एव हन्तो हन्ति धर्मो रक्षति रक्षितः ।  तस्माद्धर्मो न हन्तव्यो मा नो धर्मो हन्तो ऽवधीत् ॥
(Dharma yang dilanggar akan menghancurkan pelanggarnya. Dharma yang dipelihara akan melindungi pemeliharanya. Oleh karenanya dharma jangan sampai dilanggar, melanggar dharma akan menghancurkan diri kita sendiri)

Sebagaimana makna dari sloka tersebut, maka sesungguhnya esensi dari kemenangan dharma itu ada pada pelaksanaan dharma itu sendiri. Jika seluruh umat Hindu sudah melaksanakan dharmanya sebagaimana swadharma dan gunakharmanya dengan baik, maka itulah kemenangan Dharma yang sebenarnya.

Kemenangan Dharma berarti pula kemenangan umat manusia. Untuk mewujudkan kemenangan semacam ini maka, yang harus kita perangi adalah  adharma yang menyusup dalam benteng pertahanan dharma kita.

Perang antara dharma melawan adharma hakikatnya merupakan pergulatan hidup yang dianalogikan dengan perang Bhàratayuddha di mana tubuh manusia sebagai ladang kuruksetra, Peperangan selalu berlangsung setiap saat.

Dharma (daiwisampad) yang ada dalam dirinya akan terus berperang melawan adharma (asurisampad) yang menyatu dalam dirinya. Sebelum kita bisa memenangkan peperangan peperangan di luar diri kita, maka kita harus bisa memenangkan peperangan dalam diri sendiri. Jika kita mampu mengalahkan asurisampad yang ada dalam diri kita, maka kita akan menjadi pemenang yang sesungguhnya.

Seperti dijelaskan dalam Kakawin Ramayana I.4: “nafsumu adalah musuh yang terdekat dengan dirimu, dihatilah tempatnya tak jauh dari badan”.

Menurut kutipan ini, musuh abadi manusia bukanlah setan atau iblis, tetapi nafsu yang bercokol di dalam dirinya sendiri. Hanya saja manusia sering kali melemparkan kesalahan dan kekhilafan itu pada setan atau iblis untuk melakukan pembenaran. Hati dan pikiran manusia adalah sarang setan yang sesungguhnya, demikian kata Bang Iwan Fals pada saat konser kemenangan di monas beberapa waktu lalu.

Senada dengan hal tersebut, Sarasamuscaya 80 menyebutkan:

मनो हि मूलं सर्वेसामिन्द्रयानम्प्रवर्तते । शुभाशुभस्ववस्थासु कार्यं तत्सुव्यवस्थितम् ॥
“Pikirkanlah asal mula indriya dapat beraktifitas. Pikirkanlah yang menetapkan untuk berbuat dalam segala hal, apakah berbuat baik atau buruk”

Pikiran manusia bisa menjadi kawan juga bisa menjadi lawan. Jika pikiran manusia dijejali dengan pemikiran yang benar maka, pikiran itu akan bisa mengarahkan manusia ke jalan yang benar. Sebaliknya jika pikiran manusia sudah diracuni dengan pemikiran yang sesat, maka pikiran itu akan menjerumuskan manusia kejurang kesengsaraan.

Kerusuhan, teror dan perang yang mengatasnamakan agama terjadi justru karena kesesatan berpikir terhadap Tuhan itu sendiri.

Dalam Hindu, kemenangan dengan menghancurkan sendi-sendi perdamaian bukanlah kemenangan dharma sebagaimana diamanatkan dalam perayaan hari suci Galungan. Karena kemenangan dharma yang sesungguhnya adalah manakala bisa membuat semua menjadi damai (sarwesam santir bhawantu).

Galungan harus bisa mengentaskan semua dari kesusahan/kesengsaraan rohani, Galungan juga harus bisa menjadi jalan yang terang untuk menyatukan semua dalam kedamaian, umat Hindu harus mengedepankan pengendalian diri atas pikiran, perkataan dan perbuatan, selain itu peperangan yang dimaksudkan dalam perayaan Galungan bukanlah dengan musuh sesama manusia melainkan dengan diri sendiri.

Oleh karenannya dalam rangkaian Galungan ini, musuh itu dilambangkan dengan turunnya sang Kala Tiga, tepatnya 3 hari sebelum Galungan. Sang kala tiga ini merupakan simbol nafsu dalam diri yang menjadikan sesamanya sebagai musuh;

  1. Kala Galungan, ingin menundukkan atau mengalahkan.
  2. Kala Dungulan, ingin menang atau merasa benar sendiri.
  3. Kala Amangkurat, hasrat ingin menguasi yang lain.

Sifat sifat ini harus kita waspadai dan mampu kita tundukan jangan sampai menguasai diri kita sendiri,  sangat penting untuk menjauhkan diri kita dari sifat-sifat tersebut. Untuk itu yang perlu kita kedepankan adalah sifat-sifat sabar (Dama), maaf (Ksama), dan cinta kasih (Karuna) yang dilandasi oleh semangat Tat Twam Asi dan Vasudhaiwa Kutumbakam. Kemenangan dharma tidak akan berarti apa-apa, jika kita masih menebar kebencian, mengobarkan rasa dendam kepada orang lain dengan menganggap orang yang tidak sama atau berbeda dari konteks apapun sebagai musuh kita.

Perbedaan dalam kehidupan merupakan suatu hal yang biasa. Tetapi jika perbedaan itu dipertentangkan satu dengan yang lain maka ini akan menjadi awal dari suatu bencana dan kehancuran.

Saya harus mengatakan semua agama tidak sama, pun setiap manusia tidaklah sama namun nilai-nilai moral dan humanisme yang bersifat universal tentu ada dalam setiap manusia ataupun agama, ajaran tentang Prema (kasih sayang), Ahimsa (tidak menyakiti) dan seterusnya terkandung nyata dalam setiap nilai ajaran agama agama dan setiap nilai nilai dasar manusia itu. Persamaan inilah yang harusnya dikedepankan dalam hubungan dan kehidupan bersama.

Spirit ini sebenarnya sudah diajarkan dalam Weda.

Tuhan bersabda dalam Yajur Weda XL.6

यस्तु सर्वाणि भूतन्यात्मन्नेव अनुपश्यति ।  सर्वभूतेषु चात्मनां ततो न वि चिकित्सति ॥
“Seseorang yang melihat-Ku berada pada setiap mahluk dan kemudian melihat semua mahluk ada pada-Ku, ia tidak akan membenci yang lain”

Mantra dalam Weda ini menginspirasi kita untuk sama-sama "berbagi" Tuhan dalam kehidupan kita. Dan kita tidak boleh memonopoli Tuhan sebagai milik kita saja. Jika spirit ini dibangun dalam kehidupan bersama, maka kedamaian akan ada di dunia. Dan kemenangan dharma sebagaimana yang kita maknai dalam perayaan hari suci Galungan akan menjadi kemenangan untuk semua.

Selamat merayakan Hari Suci Galungan 24 Juli 2019 dan Hari Suci Kuningan 3 Agustus 2019. (*)

Penulis: I Nyoman Sukadana S.Kp.G / Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Maluku

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!