Sekilas Info

Hakim Vonis Bendahara Desa Rumadurun 5 Tahun Penjara

Ilustrasi

AMBON - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon memvonis Ali Keliobas, Bendahara Desa Rumadurun, Kecamatan Wakate, Seram Bagian Timur,  5 tahun tahun penjara.

Terdakwa ini divonis Hakim Felix R. Wiusan dalam sidang  dengan agwnda putusan kasus dugaan kasus korupsi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Rumadurun, Kecamatan Wakate, Seram Bagian Timur, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Senin (8/3/2021).

Hakim menyatakan  terdakwa terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 junto Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," sebut hakim saat membacakan amar putusan di PN Ambon.

Sebagaimana diketahui, dalam sidang pemeriksaan terdakwa  pada Senin (25/1/2021)

Terdakwa  membantah menerima uang perjalanan sebesar Rp 5 juta setiap kali hendak mencairkan dana desa.

Bantahan ini ketika jaksa menanyakan uang perjalanan dinas yang diberikan padanya senilai Rp 22 juta. “Saya tidak pernah terima,” ujar terdakwa.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Ali Keliobas, melakukan perbuatan melawan hukum pengelolaan keuangan Negeri Rumadurun Tahun 2018 dan 2019 secara tidak benar dan akuntabel.

Terdakwa adalah seorang bendahara ia tidak melaporkan sejumlah kegiatan fiktif dan tanpa pertanggungjawaban.

Terdakwa disebut bersama Abuhariyamko memperkaya diri sendiri, dengan merugikan negara hamper Rp. 1 miliar. Hal itu bermula pada tahun 2018, Negeri Administratif Rumarudun memperoleh bantuan dana desa sebesar Rp 659,56 juta dan alokasi dana desa Rp 133,9 juta.

Mereka melakukan mark up beberapa item dan sejumlah kegiatan fiktif. Termasuk dda fiktif, ada tunjangan-tunjangan aparatur desa sebagian diberikan, namun sebagian diambil lagi kepala desa yang saat ini masih menjadi DPO.

Jaksa lalu membidiknya dengan pasal tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 junto Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor  20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.  (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!