Sekilas Info

Mantan Wali Kota Ambon Mulai Diadili

AMBON, MalukuTerkini.com - Mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy mulai diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (29/9/2022).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho berlangsung melalui aplikasi zoom.

Dalam sidang itu, RL, sapaan akrab Richard Louhenapessy dihadirkan  secara  virtual dari Rutan kelas I Jakarta Timur Cabang KPK.

Sidang dipimpin oleh majelis hakim diketuai oleh Nanang Zulkarnaen Faizal. Sementara terdakwa Richard Louhenapessy didampingi tim kuasa hukum Stenly Sahetapy, Jacobis Siahaya, dan Edo Diasz.

Bersamaan dengan RL, jaksa KPK juga menghadirkan. Andrew Erin Hehanussa di kursi pesakitan.

Andre sendiri merupakan terdakwa II dijadikan satu berkas dengan RL selalu terdakwa I.

Sidang berlangsung terbuka namun dibatasi pengunjung. Ruang sidang hanya dibolehkan masuk dari keluarga terdakwa.

Dalam dakwaan, Jaksa KPK  menyampaikan  RL selaku penyelenggara negara periode I tahun 2011 - 2016 dan periode II tahun 2017 - 2022 bersama-sama dengan Terdakwa II Andrew Erin Hehanussa, pada bulan Maret - April 2020, di Bank BCA Kantor Cabang Utama Ambon Jalan Sultan Hairun Nomor 24 Ambon dan Kantor Walikota Ambon Jalan Sultan Hairun Nomor 1 Ambon turut serta melakukan, beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah yaitu menerima uang secara bertahap sejumlah seluruhnya Rp 500 juta dari Amri, Solihin dan Wahyu Somantri selaku perwakilan PT Midi Utama Indonesia, Tbk (PT MUI), padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu Terdakwa I selaku Walikota Ambon telah menerbitkan Izin Prinsip pendirian gerai/toko mini market Alfamidi di wilayah Kota Ambon.

Hal ini bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa I selaku Wali Kota Ambon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e, diubah Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang - Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dah Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang dilakukan dengan cara-cara dimana, terdakwa I selaku walikota Ambon Periode I Tahun 2011 s/d Tahun 2016 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.81-552 Tahun 2011 tanggal 20 Juli 2011 tentang Pengesahan: Pemberhentian Walikota Ambon dan Pengesahan Pengangkatan Walikota Ambon Provinsi Maluku dan Periode II Tahun 2017 s.d Tahun 2022 berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.81-3147 Tahun 2017 tanggal 18 Mei 2017 tentang Pengangkatan Walikota Ambon Provinsi Maluku, mempunyai tugas dan wewenang diantaranya memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, menetapkan Peraturan Kepala Daerah dan keputusan kepala daerah serta melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk dalam menerbitkan Izin Prinsip pendirian gerai/toko minimarket di wilayah Kota Ambon.

Kemudian Terdakwa II merupakan pegawai kontrak di Pemkot Ambon sekaligus orang kepercayaan Terdakwa I yang bertugas antara lain menyusun jadwal dan tugas wali kota, menginventarisir surat masuk dan keluar wali kota, selain itu mendapat tugas khusus dari Terdakwa I untuk menerima sejumlah uang dari pihak lain baik secara tunai maupun melalui transfer dengan menggunakan rekening pribadi milik Terdakwa II kemudian uang tersebut diserahkan kepada Terdakwa I.

Dikatakan  sekitar tahun 2019, PT MUI bermaksud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai/toko Alfamidi di Kota Ambon yang dalam proses pembangunannya diperlukan beberapa perizinan diantaranya berupa izin prinsip dari Terdakwa I selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku Kuasa Direksi PT MUI atas masukan dari Agusitoto Ganeffian selaku GM License PT MUI menunjuk Amri untuk melakukan pengurusan perizinan tersebut dengan alasan Amri sudah berpengalaman mengurus perizinan pembangunan gerai/toko Alfamidi di kota lain.

Solihin kemudian menyampaikan kepada Wahyu Somantri selaku Deputy Branch Manager PT MUI Cabang Ambon terkait penunjukan Amri yang disebut dimana Amri mengajukan biaya untuk pengurusan izin setiap lokasi sebesar  Rp 125 juta.

Selanjutnya Wahyu Somantri meminta Nandang Wibowo selaku License Manager PT MUI Cabang Ambon yang bertugas mengurusi perizinan gerai atau toko Alfamidi berkoordinasi dengan Amri dalam pengurusan perizinan pembangunan gerai atau toko Alfamidi khususnya izin prinsip dari terdakwa 1 selaku Wali Kota Ambon.

Menurut jaksa KPK, pada sekitar bulan Juli 2019, Terdakwa I dan Terdakwa II melakukan pertemuan dengan Amri, Nandang Wibowo selaku perwakilan PT MUI serta Muhammad Junaries di ruang kerja Terdakwa I, membicarakan keinginan PT MUI yang akan melakukan investasi pembukaan gerai/toko Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta akan mengajukan izin prinsip dari Terdakwa I, selanjutnya keinginan tersebut disetujui oleh Terdakwa I dan langsung meminta kepada Terdakwa II untuk membantu mempercepat proses penerbitan izin prinsip.

Selanjutnya Terdakwa II meminta kepada Amri dan Nandang Wibowo terkait kelancaran administrasi persuratan yang membutuhkan izin dari Terdakwa I agar berkoordinasi langsung melalui Terdakwa II.

Kemudian  pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permohonan izin Prinsip pendirian sebanyak 27 titik gerai/toko Alfamidi di Kota Ambon sebagaimana surat Nomor 306/MUI/TG/V/2019 melalui Amri yang selanjutnya menyerahkan permohonan tersebut kepada Terdakwa I melalui Terdakwa II.

Pada hari yang sama Terdakwa I selaku Walikota Ambon menerbitkan Izin prinsip sebagaimana Surat Nomor: 644.1/5930/SETKOT tanggal 23 Juli 2019 yang dibuat tanpa adanya kajian dari dinas yang terkait kemudian surat tersebut terdakwa II serahkan kepada Amri melalui Muhammad Junaries.

Selanjutnya, pada sekitar bulan September 2019, Terdakwa I dan Terdakwa II melakukan pertemuan dengan Wahyu Somantri dan Nandang Wibowo di kantor Wali Kota Ambon membicarakan mengenai rencana akan melakukan investasi tambahan pembangunan gerai/toko Alfamidi lagi di kota Ambon kemudian Terdakwa I menyampaikan agar segera diurus proses perizinan pembangunan gerai/toko tersebut.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, jelas Jaksa KPK, PT MUI kembali mengajukan beberapa surat permohonan izin prinsip pendirian gerai/toko Alfamid yang ditandatangani oleh Wahyu Somantri diserahkan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II melaluii Amri kemudian pada hari yang sama Terdakwa I selaku Wali Kota Ambon tanpa adanya kajian dari dinas terkait menandatangani dan menerbitkan surat persetujuan prinsip pembangunan toko Minimarket Alfamidi.

"Setelah menerbitkan surat izin prinsip tersebut di atas, Terdakwa I melalui Terdakwa II menerima uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 500 juta dari Amri, Solihin dan Wahyu Somantri, dengan rincian  tanggal 9 April 2020, Terdakwa II menerima uang melalui transfer di rekening Bank BCA Nomor 0440839878 milik Terdakwa II sebesar Rp 250 juta dari Rekening Bank BCA Nomor 2903871121 milik Amri kemudian Terdakwa II melaporkan kepada Terdakwa I.

Selanjutnya Terdakwa II melakukan penarikan uang tersebut di Bank BCA Kantor Cabang Utama Ambon kemudian langsung disetorkan tunai ke rekening BCA Nomor Rekening 0440074421 milik Terdakwa I sebesar Rp 50 juta sedangkan sisanya sebesar Rp 200 juta diambil tunai oleh Terdakwa II dan kemudian diserahkan kepada Terdakwa I di Kantor Wali Kota Ambon.

Selanjutnya,  tanggal 14 April 2020, Terdakwa II kembali menerima uang melalui transfer di rekening Bank BCA Nomor 0440839878 milik Terdakwa II sebesar Rp 250 juta dari Rekening Bank BCA Nomor 2903871121 Amri dan melaporkannya kepada Terdakwa I.

Terdakwa II kemudan melakukan penarikan uang tersebut di Bank BCA Kantor Cabang. Utama Ambon kemudian langsung disetorkan ke rekening BCA Nomor 0440074421 milik Terdakwa I sebesar Rp 75 juta sedangkan sisanya sebesar Rp 175 juta diambil tunai oleh Terdakwa II dan kemudian diserahkan kepada Terdakwa I di Kantor Wali Kota Ambon.

Perbuatan Terdakwa I bersama-sama dengan Terdakwa II tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Perbuatan Terdakwa I bersama-sama dengan Terdakwa II tersebut juga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Usai mendengar dakwaan Jaksa KPK, hakim kemudian  menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!