BPS Ungkap Penyebab Warga Miskin di Maluku Bertambah

AMBON, MalukuTerkini.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku mengungkapkan penyebab sehingga jumlah penduduk miskin di Maluku per September 2022 bertambah jika dibandingkan bulan Maret 2022.
“Adanya kenaikan jumlah dan penduduk miskin pada periode September 2022 disebabkan oleh adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM),” ungkap Kepala BPS Provinsi Maluku Asep Riyadi di Ambon, Senin (16/1/2023).
Asep merincikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode Maret - September 2022 di Maluku antara lain adalah pada tanggal 3 September 2022 terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi maupun non subsidi. Kenaikan BBM bersubsidi ini mencapai 32,04 % untuk jenis solar, dari semula harga Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter dan untuk pertalite mengalami kenaikan mencapai 30,72%, dari semula Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter.
“Selain itu, inflasi di Kota Tual pada September 2022 sebesar 1,02, angka ini meningkat pesat jika dibandingkan dengan bulan Maret 2022 dimana di Kota Tual mengalami deflasi 0.27,” rincinya.
Tak hanya itu, kata Asep ada juga pengaruh factor Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2022 sebesar 6,88 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,44 persen poin dibandingkan Februari 2022 sebesar 6,44 persen.
“Ada juga faktor Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2022 sebesar 104,39 lebih rendah dibandingkan NTP Maret 2022 yang sebesar 105,25. NTP diatas 100 menunjukkan harga yang diterima petani lebih besar daripada yang dibayarkan,” katanya.
Menurutnya Garis Kemiskinan pada September 2022 adalah sebesar Rp 672.456 per kapita per bulan. Dibandingkan Maret 2022, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,51 persen.
“Garis Kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Sementara penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain).
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
Garis Kemiskinan per rumah tangga dihitung dari garis kemiskinan per kapita dikalikan dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga pada rumah tangga miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2022 adalah data Susenas bulan September 2022. (MT-05)
Komentar