Simak! Ini Sejarah Ogoh-ogoh dalam Perayaan Nyepi

AMBON, MalukuTerkini.com – Setelah lima tahun absen, Umat Hindu di Kota Ambon, Selasa (21/3/2023) akhirnya menggelar pawai ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945.
Pawai ogoh-ogoh kembali dilaksanakan, setelah terakhir digelar di Ambon pada tahun 2017.
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung yang diarak keliling saat menjelang Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh melambangkan sebuah tokoh Hindu bernama Bhuta Kala.
Ogoh-ogoh akan diarak keliling suatu wailayb oleh sekelompok masyarakat hingga malam sebelum Hari Raya Nyepi. Arakan ogoh-ogoh akan diiringi gamelan Bali yang disebut bleganjur.
Bagi umat Hindu, patung ogoh-ogoh merupakan simbol keburukan sifat manusia serta hal negatif alam semesta. Setelah diarak, ogoh-ogoh akan dimusnahkan dengan cara dibakar dalam prosesi tawur agung kesanga sebelum umat Hindu melakukan tapa brata penyepian.
Ogoh-ogoh merupakan bagian dari ritual masyarakat Hindu jelang perayaan Nyepi. Menurut situs Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng, ogoh-ogoh berasal dari kata ogah-ogah yang merupakan bahasa Bali dengan makna sesuatu yang digoyang-goyangkan.
Pada tahun 1983, wujud Bhuta Kala mulai dibuat berkaitan dengan ritual Nyepi di Bali. Sejak saat itu, masyarakat di beberapa tempat di Denpasar mulai membuat perwujudan onggokan yang disebut ogoh-ogoh. Budaya baru ini juga semakin meluas saat ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merupakan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam ogoh-ogoh, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar, menakutkan, dan berwujud raksasa.
Ogoh-ogoh juga sering digambarkan seperti wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah, dan widyadari. Bahkan, ogoh-ogoh ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis, atau tokoh agama.
Fungsi ogoh-ogoh adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang Hari Raya Nyepi. Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu.
Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran.
Ogoh-ogoh sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan acara Hari Raya Nyepi. Namun, patung itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara.
Biasanya, ogoh-ogoh diarak setelah upacara pokok selesai dengan diiringi irama bleganjur atau gamelan khas Bali. Rangkaian acara pawai dengan ogoh-ogoh yaitu:
- Para peserta upacara meminum minuman keras tradisional (arak) sebelum acara.
- Ogoh-ogoh diarak menuju sema atau tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat).
- Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh tersebut dibakar.
(MT-04)
Komentar