Sidang Kasus Korupsi SPPD Fiktif BPKAD Tanimbar
Saksi Sebut Uang SPPD Fiktif Mengalir ke Anggota DPRD Tanimbar & BPK

AMBON, MalukuTerkini.com - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun anggaran 2020, digelar di Pengadilan Tipikor Ambon. Senin (20/11/2023).
Proses sidang berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi dipimpin oleh Harris Tewa selaku Hakim ketua didampingi, Antonius Sampe Samine dan Wilson Shriver, masing-masing sebagai hakim anggota .
Dalam persidangan itu, jaksa menghadirkan saksi Friska Magdalena Simanjuntak.
Dalam keterangannya didepan hakim, saksi selain mengaku ada tindakan mark up, menerima uang dari kantor dan menyebutkan 4 nama anggota DPRD yang juga turut menikmati uang dari SPPD tersebut.
Simanjuntak mengaku dirinya hanya melaksanakan perjalanan dinas hanya tiga kali namun dibuat sebanyak 23 kali sehingga totalnya menjadi 26 kali perjalanan dinas.
Selain itu pula, ia menyebutkan uang perjalanan dinas yang diterimanya maupun yang tidak diterimanya juga bervariasi dari kecamatan yang terdekat misalnya Kecamatan Tanimbar Selatan hingga Molu Maru senilai Rp 1 juta lebih sementara kecamatan terjauh misalnya Molu Maru bisa sampai Rp 4 juta lebih.
“Saya hanya tiga kali melakukan perjalanan dinas, untuk 23 lainnya saya hanya tanda tangan tetapi tidak pernah menerima uang tersebut. Tanda tangan yang dilakukannya atas perintah Klementina Oratmangun yang juga diperintahkan langsung oleh Kepala BPKAD Jonas Batlayeri,“ ungkapnya
Sementara itu, dalam keterangan saksi Albian Touwelly mengakui ada sejumlah pejabat juga yang menerima uang hasil kebijakan SPPD fiktif, bahkan selain itu BPK disebut terima Rp 350 juta melalui Kepala Inspektorat Tanimbar, Jedit Huwae.
“Dapat saya jelaskan bahwa saya pernah mengantarkan uang di tahun 2020 itu kepada sejumlah anggota DPRD diantaranya Nikson Lartutul, Wan Lekruna, Ivone K Zinsu dan Markus Atua. Untuk nilainya saya tidak tahu sebab saya hanya disuruh antar. Sedangkan ke mantan Ketua DPRD Jaflaun Batlayeri juga pernah kami antar tetapi bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk barang berupa semen,“ ungkapnya.
Saksi mengaku, selain anggota DPRD, Kepala Inspektorat juga sebagai perantara menerima uang untuk diberikan kepada BPK RI Wilayah Maluku.
“Sama halnya dengan anggota DPRD, Kepala Inspektorat, Jedith Huwae juga menerima uang untuk diberikan kepada BPK tetapi saya tidak tahu jumlahnya berapa,“ ujarnya.
Saksi lain juga, Jonas Batlayeri yang pernah menjabat sebagai Kepala BPKAD, juga mengakui memberikan uang Rp 350 juta kepada Kepala Inspektorat Jedith Huwae.
“Izin majelis hakim dapat saya jelaskan melengkapi keterangan Touwelly, benar saya yang menyuruh saksi untuk menyerahkan uang kepada Kepala BPK melalui Kepala Inspektorat Tanimbar Jedith Huwae senilai Rp 350 juta karena waktu itu perwakilan BPK bersama Kepala Inspektorat bertemu di ruangan saya dan meminta uang tu. Hari itu juga saya cairkan dan menyuruh saksi Albian Touwelly untuk mengantarkan uangnya. Semua uang ini kebijakan dari SPPD ini,“ jelas Batlayeri.
Sedangkan mantan Sekretaris BPKAD Maria Goretti Batlayeri mengaku pernah mengantarkan sejumlah uang kepada Ketua Komisi B Apolonia Laratmase.
“Saya pernah mengantarkan sejumlah uang kepada anggota DPRD Apolonia Laratmase di rumahnya di Olilit. Ketika antar saya, Ibu Atua, Pak Albian Touwelly, Mantan Kabid Almarhum Rico Bwariat dan sopirnya, “ ungkapnya
Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi, sebelum menutup persidangan hakim ketua menyampaikan terima kasih kepada para saksi dan terdakwa yang sudah buka-bukaan di ruang sidang.
Karena itu, hakim juga memerintahkan pihak JPU untuk menghadirkan nama nama yang disebutkan dalam persidangan.
“Untuk Apolonia Laratmase, Omans (Jaflaun Batlajery - red), Kepala Inspektorat, Jedith Huwae, Whan Lekruna (Anggota DPRD asal Partai PKB), Ivone K Shinzu (Anggota DPRD partai PKB), Markus Atua (Anggota DPRD Partai Golkar) dan Pihak BPK untuk dihadirkan dalam persidangan pekan depan,“ tandas hakim ketua.
Sebagaimana diketahui, enam pejabat di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Tanimbar menjadi terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif pada BPKAD Tanimbar tahun anggaran 2020 senilai Rp 9 miliar.
Para pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Jonas Batlayeri (Kepala BPKAD), Maria Goreti Batlayeri (Sekretaris BPKAD dan kini telah menjabat sebagai Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Yoan Oratmangun (Kabid Perbendaharaan BPKAD Tahun Anggaran 2020), Liberata Malirmasele (Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD Tahun Anggaran 2020), Erwin Laiyan (Kabid Aset BPKAD Tahun Anggaran 2020), dan Kristina Sermatang (Bendahara Pengeluaran BPKAD Tahun Anggaran 2020).
Total kerugian negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan oleh Inspektorat Daerah Kepulauan Tanimbar senilai Rp 6.682.072.402. (MT-04)
Komentar