Jaksa Tuntut Pembobol Dana Nasabah BPR Modern Express 12 Tahun Penjara
AMBON, MalukuTerkini.com – Denny Frengklylien Saija, pembobol uang nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Modern Express senilai Rp 73 milyar dituntut oleh jaksa dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Saija merupakan terdakwa dugaan tindak pidana penggelapan dana BPR Modern Express.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwandi, disampaikan dalam sidang dengan agenda tuntutan yang dipimpin oleh majelis hakim diketuai oleh Haris Tewa didampingi dua hakim anggota lainnya. Sementara terdakwa didampingi tim penasehat hukumnya, Patrick Rahakbauw Cs berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin (5/2/2024).
Saija tak sendiri, iapun bersama lima terdakwa lainnya juga dituntut oleh jaksa.
Saija dituntut oleh JPU karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan.
Mantan Kepala Seksi (Kasi) Akunting Kantor Pusat Operasional (KPO) di PT BPR Modern Express ini juga dituntut membayar denda Rp 10 miliar subsider 1 tahun penjara.
“Memohon kepada majelis Hakim yang mulia untuk menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Denny Frengklylien Saija dengan pidana selama 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar, dengan ketentuan bila jika tidak dibayarkan, maka ditambah pidana badan selama 1 tahun kurungan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” tandas JPU.
Sementara itu, untuk kelima terdakwa lainnya juga dituntut oleh JPU dengan hukuman berbeda.
Sementara terdakwa Alexander Gerald Pieterz, merupakan mantan anggota Dewan Komisaris PT BPR Modern Express, dituntut 10 tahun penjara, denda 10 miliar subsider 1 tahun penjara.
Kemudian empat terdakwa yang merupakan mantan Direksi pada PT BPR Modern Express yaitu Walter Dave Engko, Tjance Saija, Frank Harry Titaheluw dan Vronsky Calvin Sahetapy, masing-masing dituntut 8 tahun penjara, denda 10 miliar, subsider 1 tahun kurungan.
JPU menyatakan, para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana melanggar pasal Pasal 49 ayat (1) huruf a dan 49 ayat (2) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Usai membacakan tuntutan jaksa, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga dua pekan untuk dengan agenda pembelaan dari para terdakwa.
Untuk diketahui, tindak pidana yang dilakukan terdakwa Denny Frengkylien Saija terjadi sejak 24 Agustus 2021.
Terdakwa dengan sengaja membuat pencatatan palsu dalam pembukuan di dalam laporan dokumen maupun laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank serta ada beberapa perbuatan di dalam PT BPR Modern Express.
Saat itu terdakwa Denny Frengkylien Saija menjabat sebagai Kepala Seksi Akunting Kantor Pusat Operasional tahun 2015 sampai Mei 2017, Asisten Manajer Operasional dan Support sejak 2 Mei 2017- 18 Oktober 2020, manager Satuan Kerja Kepatuhan (SKK) dari 19 Oktober 2020 - 31 Agustus 2021, dan Manajer Support sejak 1 September 2021.
Selama terdakwa menjabat kepala seksi sampai perubahan jabatan terakhir, terdakwa melakukan pengelolaan terhadap cek dan transaksinya yang seharusnya dilakukan oleh pejabat yang berwenang dalam pengelolaan cek.
Selanjutnya, JPU membeberkan di periode 28 Juli 2015- 27 Januari 2022 terdapat 85 transaksi pencairan cek BPR di bank Mitra total sebesar Rp 73.050.000.000.
"Dari 85 pencairan cek tersebut dilakukan terdakwa dengan cara menuliskan cek lalu meminta persetujuan direksi dalam hal ini terdakwa Walter Dave Engko, Tjance Saija, Frank Harry Titaheluw dan Vronsky Calvin Sahetapy, tanpa didukung dengan dokumen, berupa bukti permintaan dari Teller kantor pusat/ kantor Cabang (remis), slip penarikan cek, slip transfer," urai JPU lagi.
Terdakwa juga pernah meminta tanda tangan cek kosong kepada direksi Tjance Saija, sehingga atas perbuatan 6 terdakwa yang secara bersama-sama ini PT BPR Modern Express mengalami kerugian sejumlah Rp 73 miliar lebih. (MT-04)
Komentar