Sekilas Info

CTC Buka Wawasan Pengelolaan Sumber Daya Laut Berbasis Masyarakat di Maluku & Papua

AMBON, MalukuTerkini.com - Coral Triangle Center (CTC), bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta David and Lucile Packard Foundation, menyelenggarakan Simposium Tenurial Laut dan Praktik Sasi di Maluku dan Papua, Rabu (5/2/2025).

Simposium yang digelar secara hybrid di Ambon ini menghadirkan para peneliti kelautan, pembuat kebijakan, perwakilan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk membahas perkembangan dan realitas terkini sistem pengelolaan wilayah laut di Maluku dan Papua.

Simposium yang diikuti oleh 65 peserta secara langsung dan 244 peserta secara daring melalui zoom ini dibuka secara oleh Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Firdaus Agung.

Turut hadir dalam acara ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Erawan Asikin, memberikan wawasan tentang pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

Dalam simposium ini, CTC dan BRIN memaparkan hasil studi tenurial laut dan praktik sasi di Maluku dan Papua. Studi tersebut mencakup analisis terhadap 133 publikasi sejak 1990, serta wawancara dan diskusi kelompok di Kepulauan Banda dan Kepulauan Lease. Penelitian ini mengungkap peran aktor dalam tata kelola sasi, aturan yang diterapkan, serta bagaimana praktik ini diorganisir dalam masyarakat.

“Melalui simposium ini, kami ingin berbagi temuan studi dan mendapatkan masukan dari berbagai pihak agar dapat memperkaya pemahaman tentang praktik tenurial laut. Harapannya, informasi ini dapat mendukung pengelolaan kawasan laut yang lebih berkelanjutan, memberikan manfaat bagi masyarakat, serta berkontribusi pada inisiatif nasional 30 by 45, yaitu melindungi 30 persen sumber daya pesisir dan laut pada tahun 2045,” ungkap Direktur Eksekutif CTC, Rili Djohani.

Pada sesi pleno, Ahli Peneliti Utama Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dedi S Adhuri memaparkan hasil studi ekstensifnya mengenai sasi dan sistem pengelolaan laut berbasis komunitas.

Ia menjelaskan komponen esensial untuk pengelolaan sumber daya alam adalah wilayah kelola dan tenurnya yang jelas, aturan pengelolaan yang baik, serta kelembagaan yang efektif dalam mengimplementasikan pengelolaan.

“Komunitas pesisir di Maluku dan Papua telah memiliki ketiga elemen ini yang dirumuskan dalam konsep ‘petuanan laut’ atau ‘wilayah adat’, aturan kelola seperti sasi, pelarangan destructive fishing, pembatasan penebangan mangrove dan lain-lain serta tiga tungku pemerintahan (Pemerintahan Desa/negeri, tokoh adat dan agama) serta kewang sebagai lembaga kelola. Kondisi elemen pengelolaan adat ini beragam pada tiap desa/negeri, tetapi konsep ‘petuanan laut’ tetap berakar kuat di masyarakat pesisir. Sementara tradisi sasi mulai ditinggalkan di beberapa daerah. Demikian pula sinergi tiga tungku, ada yang masih kuat dan efektif, ada juga yang sudah melemah,” jelasnya.

Membahas temuannya lebih dalam, Dedi mengaku kuatnya penggunaan konsep petuanan untuk mendefinisikan wilayah kelola dan tenurnya membuktikan bahwa hak kelola laut adat masih menjadi bagian integral dalam tata kelola sumber daya laut. Hal ini merupakan modal istimewa untuk penguatan sasi dan pengkayaan instrumen pengelolaan lain serta penguatan lembaga kelola oleh objek kelola yang jelas.

“Selama ini pengakuan pemerintah atas tenure pesisir komunitas masih terbatas, maka dorongan untuk pengakuan yang lebih cepat dan meluas sangat diperlukan dan harus disegerakan, karena akan sangat penting untuk mengintegrasikan petuanan laut dengan kebijakan formal pengelolaan wilayah laut,” ungkapnya.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Pattimura Hermien Soselisa menyampaikan kajiannya terkait dimensi budaya dari sasi dan petuanan laut, membahas peran keduanya dalam menjaga keseimbangan ekologi dan kohesi komunitas.

Ia menekankan walaupun sasi menghadapi tantangan akibat modernisasi dan tekanan ekonomi eksternal, petuanan laut tetap menjadi aspek fundamental dalam tata kelola laut tradisional, yang seringkali mempengaruhi penyelesaian konflik dan alokasi sumber daya antar desa pesisir.

Sesi kedua simposium ini terdiri dari tiga diskusi panel yang fokus pada berbagai aspek praktik pengelolaan wilayah laut. Panel 1 membahas Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (GESI) dalam pengelolaan laut, menyoroti peran perempuan dan kelompok terpinggirkan dalam mengelola sumber daya laut.

Panel 2 mengulas kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, dengan menyajikan studi kasus tentang model tata kelola tradisional yang berhasil beradaptasi dengan tantangan kontemporer. Panel 3 menilai efektivitas sistem pengelolaan laut yang ada dengan mengidentifikasi faktor keberhasilan utama dan area yang memerlukan intervensi lebih lanjut.

Setelah simposium, peserta yang hadir secara luring mengikuti kunjungan lapangan ke Negeri Haruku, Pulau Haruku di Kepulauan Lease, Kamis (6/2/2025).

Di sana, mereka mengamati praktik sasi ikan lompa, sebuah bentuk pengelolaan sumber daya yang mengatur panen musiman ikan lompa. Kunjungan lapangan ini memberikan wawasan yang bermanfaat mengenai upaya masyarakat lokal dalam mempertahankan sistem tata kelola laut tradisional mereka di tengah tekanan lingkungan dan sosial-ekonomi yang terus berkembang. (MT-03)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!