Jelang Hari Lahir Kejaksaan RI 2025
Kejati Maluku Gelar Seminar Ilmiah

AMBON, MalukuTerkini.com - Dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80 tahun 2025, Kejaksaan Tinggi Maluku gelar Seminar Ilmiah dengan menghadirkan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Agoes Soenanto Prasetyo, sebagai Keynote Speech, serta dua narasumber yaitu Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Aroziduhu Waruwu dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Iqbal Taufik, Senin (25/8/2025).
Seminar Ilmiah ini diselengarakan di Balai Kota Ambon, dengan mengusung tema “Optimalisasi Pendeketan Follow The Asset Dan Follow The Money Melalui Deferret Presecution Agreement (DPA) Dalam Penanganan Perkara Pidana”.
Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Yunardi, selaku Ketua Panitia Peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 lingkup Kejati Maluku, dalam laporannya menyampaikan rasa syukurnya atas terselenggaranya kegiatan seminar yang dihadiri oleh 200 peserta dari berbagai komponen antara lain, Para Jaksa, Hakim, Advokat, Akademisi, Penyidik Kepolisian, Oditur Militer, Bidang Hukum Kodam XV/Pattimura, Perancang Peraturan Perundang-undangan Muda/Pertama serta para Mahasiswa Fakultas Hukum Unpatti Ambon dan Perwakilan Awak Media Kota Ambon.
“Pada kesempatan seminar ini, kiranya dapat memberikan pandangan, masukan dan pendapat dari para narasumber dan peserta seminar tentang konsep DPA dengan Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money sehingga dapat bermanfaat bagi penegakan hukum dan tentunya untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Kajati Maluku Agoes SP sebagai Keynote Speech dalam seminar ilmiah ini mengawaliny dengan cerita tentang keberhasilan penanganan kasus PT Jiwasraya yang menyebabkan kerugian negara 16 triliun rupiah dan berhasil menyita aset para pelaku berupa tanah, bangunan, saham, hingga rekening bank, sehingga kerugian negara bisa dipulihkan.
“Inilah semangat dari pendekatan Follow The Money dan Follow The Asset yang menjadi tema seminar kita hari ini,” ujar Kajati dalam pembukaan sambutannya.
Menurut Kajati Maluku, tema ini adalah refleksi atas tantangan besar yang sedang kita hadapi, bagaimana hukum tidak berhenti pada menghukum pelaku, tetapi juga mampu memulihkan kerugian negara, mengembalikan aset yang dirampas, dan menutup ruang bagi kejahatan ekonomi serta keuangan yang semakin kompleks.
“Pendekatan follow the money dan follow the asset adalah kunci untuk membongkar jaringan kejahatan modern, mulai dari korupsi, pencucian uang, hingga kejahatan lintas negara,” jelasnya.
Pada titik ini, Kajati mengaku Deferred Prosecution Agreement (DPA) yang merupakan suatu mekanisme penyelesaian perkara pidana, khususnya yang melibatkan korporasi, dengan cara menunda penuntutan berdasarkan kesepakatan antara penuntut umum dengan pihak pelaku.
Korporasi wajib memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti pengembalian kerugian negara, pembayaran denda, perbaikan tata kelola internal, serta komitmen mencegah terulangnya tindak pidana. Dengan kata lain, DPA bukanlah bentuk impunitas, melainkan instrumen hukum modern yang berorientasi pada pemulihan kerugian, transparansi, serta pencegahan berulangnya kejahatan korporasi.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Aroziduhu Waruwu, selaku Narasumber pertama, membawakan materi terkait “Menggagas DPA dalam Sistem Hukum di Indonesia”. Dimana, dalam Perkembangan kejahatan modern, khususnya kejahatan korporasi dan kejahatan ekonomi seperti korupsi, pencucian uang, serta pelanggaran regulasi keuangan, menuntut pendekatan baru dalam sistem peradilan pidana, sehingga perlunya pendekatan-pendekatan baru yang lebih strategis, seperti Follow the Money dan Follow the Asset.
“Pendekatan Follow the Money dan Follow the Asset diarahkan untuk melacak aliran uang dan aset hasil tindak pidana guna pemulihan aset secara maksimal,” ungkapnya.
Sementara pada Dosen Fakultas Hukum Unpatti Iqbal Taufik, memaparkan materi terkait “Penerapan Deferred Prosecution Agreement (Perjanjian Penundaan Penuntutan) Dalam Perkara Pidana”.
Menurutnya, DPA merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan, dengan cara penuntutan yang ditangguhkan berdasarkan persyaratan tertentu. Ini mencerminkan pendekatan progresif dalam sistem peradilan pidana yang memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahannya tanpa harus menjalani proses peradilan yang panjang.
“Mekanisme ini dilaksanakan melalui perjanjian informal antara pengacara/terdakwa dan jaksa penuntut umum untuk mengatur persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku, meliputi ganti rugi, perbaikan sistem, dan komitmen untuk tidak mengulangi tindak pidana,” tandasnya. (MT-04)
Komentar