Ketua MK Akui Pemilu 2019 Paling Sulit di Dunia
BOGOR - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengakui Pemilu serentak 2019 yang digelar 17 April lalu, merupakan pemilu paling sulit di dunia bahkan jika dibandingkan dengan pemilu di Amerika Serikat.
Hal itu dikatakan Anwar saat membuka kegiatan peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara bagi wartawan se-Indonesia, di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Senin (22/4/2019) malam.
Pasalnya, kata dia, masyarakat harus memilih calon presiden/wakil presiden, calon anggota DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sekaligus. Belum lagi pemilu ini digelar di ribuan pulau dengan ratusan juta pemilih.
“Sejak Indonesia merdeka dan 12 kali pemilu, Pemilu 2019 ini paling luar biasa sulit. Saya sendiri merasakan ketika berada di bilik suara dihadapkan dengan lima jenis surat suara. Kalau untuk capres/cawapres yang hanya dua paslon tidak ada masalah. Namun, ketika melihat surat suara DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Saya bingung,” katanya.
Selaku Ketua MK, Anwar pun mengaku merasa berdosa karena ikut mengambil bagian memutuskan pemilu serentak tersebut.
“Bayangkan saja sudah jatuh korban 45 petugas KPPS, polisi sudah 15 orang termasuk seorang perwira tinggi. Ini luar biasa,” ujarnya dengan nada sedih.
Anwar mengatakan salah satu pertimbangan MK mengabulkan permohonan pemilu serentak 2019 adalah demi efisiensi anggaran dan waktu. Namun ternyata anggaran yang dihabiskan untuk pemilu mencapai Rp 25 triliun.
“Untuk itu, Saya berharap sistem pemilu serentak 2019 dievaluasi agar tidak dilaksanakan di 2024,” katanya.
Anwar juga berharap pemilu tahun ini terutama pilpres tidak bermuara ke MK. Namun, bila gugatan hasil pemilu tetap terjadi, MK siap menghadapinya karena hal itu merupakan hak konstitusional warga negara.
“Harapan Saya, siapa pun yang akan diumumkan sebagai pemenang pada 22 Mei mendatang oleh KPU bisa diterima semua pihak. Dan ini meringankan beban MK. Tapi kalau tetap terjadi gugatan, kita harus hadapi,” tandasnya.
Sebelumnya dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara MK dan Dewan Pers tentang peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara bagi wartawan se-Indonesia. MoU tersebut ditandatangani Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, disaksikan Ketua MK Anwar Usman. (MT-07)
Komentar