Sekilas Info

Menutup Tahun Pandemi Dengan Protokol Kesehatan

Ilustrasi

Tak lama lagi tahun 2020 akan berlalu. Kita akan segera meninggalkan tahun yang akan dikenang sebagai tahun pandemi Covid-19. Tahun baru 2021 telah menanti, namun bayang-bayang pandemic masih menghantui.

Selama hampir setahun ini kita sudah mengantongi sejumlah pengalaman hidup di tengah pandemi Covid-19. Salah satu pengalaman yang menjadi pegangan kita semua yaitu pengalaman saat liburan panjang.

Lonjakan kasus Covid-19 setelah libur panjang pada 28 Oktober-1 November lalu harus menjadi pelajaran berharga. Hal serupa tidak boleh terjadi dan penyebabnya harus dihindari.

Pil pahit dari libur panjang itu ialah rekor-rekor baru penambahan kasus di Indonesia. Sejak 9 November, jumlah kasus terus meroket hingga puncaknya pada 13 November yang mencapai lebih dari lima ribu penambahan kasus dan saat ini melonjak di atas enam ribu kasus positif Covid-19.

Liburan panjang memicu pergerakan manusia yang abai terhadap protokol kesehatan. Inilah sebenarnya yang menjadi masalah penyebaran Covid-19.

Penyebaran virus berbanding lurus dengan pergerakan manusia. Karena itu, pergerakan manusia harus dibatasi antara lain dengan membatasi liburan Natal dan tahun baru.

Dalam momen Natal dan tahun baru itu berarti tidak cukup hanya dengan pemotongan libur panjang, seperti yang sudah dilakukan pemerintah. Pelarangan kerumunan dan perayaan tahun baru ialah sebuah keniscayaan.

Sebab mudah dimengerti pemotongan libur hanya efektif mencegah penyebaran Covid-19 ke luar daerah, sementara penularan di dalam daerah akan tetap tinggi selama kerumunan dibiarkan terjadi. Terlebih, tradisi perayaan dengan berkerumun dan kemeriahan sangat lekat dengan tahun baru.

Dengan penambahan kasus harian di Tanah Air yang sudah di atas enam ribu, maka bersatu dalam kepatuhan kebijakan memang mutlak sebab keengganan mengikuti pelarangan justru akan membawa petaka terhadap diri sendiri dan orang lain.

Pada daerah-daerah yang menjadi kesatuan satelit megapolitan, kelonggaran aturan di satu daerah tentu akan menarik orang dari berbagai tempat. Meski mungkin menghidupkan roda perekonomian dalam beberapa waktu, tetap saja tidak sebanding dengan ancaman ledakan kasus.

Kita pun mengapresiasi umat Kristiani yang sudah sejak beberapa waktu lalu beradaptasi melalui peribadatan secara virtual. Dengan begitu, kita tentunya juga yakin jika saudara-saudara umat Kristiani akan taat dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2020.

Dalam aturan yang dikeluarkan 9 Desember itu jumlah kapasitas pengunjung gereja sebesar 50%. Kita optimistis peraturan dalam ritual peribadatan tidak mengurangi kebahagiaan dan kekhidmatan perayaan Natal.

Lebih jauh lagi, bersatu dalam kepatuhan aturan juga disadari setiap warga, terlebih yang berada di zona merah dan oranye. Nestapa pandemi yang telah berjalan hampir setahun memang hanya bisa ditutup dengan kedisiplinan bersama. Tanpa itu petaka bukan tidak mungkin semakin panjang, bahkan meski ketika vaksin telah hadir.

Hendaknya selalu diingat bahwa pada saat kita liburan, Covid-19 yang mencabut nyawa itu tetap lembur. Karena itu, tetaplah bersatu menutup tahun pandemi dan jangan pernah lalai menerapkan protokol kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan menjaga jarak. (malukuterkini.com/izaac mulyawan tulalessy)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!