Pidato Jokowi di PBB, Ini Yang Disampaikan
JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyinggung sejumlah isu global termasuk perlindungan hak perempuan Afghanistan di tangan rezim Taliban dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (22/9/2021).
Jokowi menyoroti praktik kekerasan dan marginalisasi yang semakin rentan menyasar kaum perempuan di negara Asia Selatan itu.
Selain situasi di Afghanistan, Jokowi juga turut menyinggung penyelesaian konflik Israel-Palestina hingga krisis politik di Myanmar pasca-kudeta militer pada awal Februari lalu.
"Potensi praktik kekerasan dan marginalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda kita bersama," kata Jokowi dalam pidato tujuh menitnya secara virtual.
Dalam kesempatan itu, Jokowi turut menekankan dunia harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme, dan perang di tengah pandemi Covid-19.
"Perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kaum minoritas harus tetap kita tegakkan," lanjutnya.
Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus dijawab dengan langkah nyata dan hasil yang jelas, katanya.
"Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia," ucap Jokowi.
Di ketahui Israel dan Palestina masih menghadapi konflik berkepanjangan. Ketegangan antara kedua negara kembali memuncak setelah Israel dan Hamas terlibat pertempuran singkat di Jalur Gaza pada Mei lalu.
Sementara itu, Afghanistan tengah menghadapi babak baru usai Taliban menggulingkan pemerintah dan mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu. Kebangkitan Taliban ke pucuk kekuasaan terjadi hanya beberapa pekan sebelum Amerika Serikat dan sekutu resmi mengakhiri 20 tahun pendudukan dan invasi mereka di Afghanistan.
Genap satu bulan Taliban menguasai pemerintahan, sederet aturan ketat yang mengekakang hak-hak perempuan kembali diterapkan kelompok itu. Selain soal penegakan hak asasi manusia, banyak negara juga khawatir Afghanistan akan kembali menjadi sarang teroris di tangan rezim Taliban.
Di sisi lain, Myanmar masih dirundung krisis politik dan kemanusiaan usai militer mengkudeta pemerintahan yang sah pada Februari lalu. Mereka bahkan menahan para petinggi negara, termasuk penasihat dan presiden, dan ratusan orang lainnya.
"Pemimpin negara ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan Five Points of Consensus yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar. Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus kita jawab dengan langkah nyata dan hasil jelas," kata Jokowi dalam rapat tersebut. (MT-02)
Komentar