Sekilas Info

Tuding Demo Konsumen Rumah Subsidi Salah Alamat, Pattikayhatu Duga Ada Konspirasi

Direktur PT Lestari Pembangunan Jaya, Betty Pattikayhatu

AMBON, MalukuTerkini.com - Difrektur PT Lestari Pembangunan Jaya dengan direkturnya Betty Pattikayhatu menuding aksi demo puluhan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikoordinir oleh Korlap  Defanz Simatauw beberapa hari lalu salah alamat dan menduga ada konspirasi.

Pattikayhatu menuding para pendemo itu salah alamat dan ada keterlibatan oknum-oknum pegawai Pemprov Maluku terhadap Program Sejuta Rumah dari Presiden Joko Widodo  yang diperuntukkan bagi MBR di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon yang mandek.

Mandeknya proyek ini juga, menurut Pattikayhatu bukan kesalahan dirinya sebagai pihak pengembang tetapi oknum  di Pemprov Maluku, pihak Bank penyalur dan Pemkot Ambon.

"Jadi itu bantuan pemerintah pusat agar pegawai berpenghasilan rendah dapat memiliki rumah dari bantuan pemerintah pusat. Jadi ini saya ini korban. Salah dilaksanakan sesuai aturan oleh bank pelaksana dengan oknum-oknum pemerintah provinsi Maluku dan oknum pemerintah Kota Ambon,” jelas Pattikayhatu kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).

Ia menuding ada oknum pejabat di Pemerintah Provinsi Maluku dan oknum di perbankan yang sengaja dan ikut menghambat  melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen, sehingga program sejuta rumah yang digagas Presiden Joko Widodo itu, mengalami kendala.

Bahkan, menurut Pattikayhatu pihak bank salah satunya BRI telah melakukan penipuan dan penggelapan tidak memproses akar kredit.

“Makanya saya sudah lapor mereka ke Bareskrim Polri dan Direskrimsus Polda Maluku. Untuk oknum di  BNI dan BRI juga saya laporkan ke Polda Maluku. Jadi aksi demo ada yang tunggangi. Mereka justeru yang melakukan pembohongan mengatasnamakan perusahaan saya. Mereka yang mengkoordinir demo itu justru yang sudah menipu konsumen dan meminta uang ke konsumen saya. Dan sudah saya laporkan juga," ungkapnya.

Karena itu, menurut Pattikayhatu harusnya yang didemo itu pihak Bank yang sampai saat ini belum merealisasikan pencairan malah sudah memanipulasi dan mencairkan ke perusahaan lain PT Jakarta baru atas perintah dari oknum pemprov Maluku itu.

Pihak bank diduga telah  melakukan dugaan tindak pidana penggelapan dan atau menghilangkan barang bukti orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 ayat 406 KUHPidana.

”Saya lapor karena mereka menghilangkan dokumen khususnya konsumen PNS yang kami telah ajukan pada tahun 5 Juni 2017 lalu. Kita ajukan untuk proses KPR-nya untuk pelaksanaan angka kredit khusus pemda Maluku,” ujarnya.

Disinggung soal aksi demo menyebutkan pengembalian uang serta penyetoran kepada PT Pembangunan lestari, Pattikayhatu mengaku uang yang disetor itu adalah DP uang muka dan besarannya itu sesuai dengan harga per rumah yang berubah setiap tahunnya.

Bahkan jelas Pattikayhatu hanya sekitar 600 lebih konsumen yang sudah memenuhi syarat dan membayar DP itu kepada perusahaannya, sehingga tidak benar apa yang diungkapkan pendemo terkait pembayaran hingga Rp 30 juta.

Pattikayhatu juga menyebutkan, PT Lestari Pembangunan Jaya bekerjasama dengan Bapetarum PNS yang sekarang berganti nama menjadi BKPera untuk menyelenggarakan perumahan bersubsidi bagi PNS melalui layanan Bapetarum dengan dasar hukum Kepres dengan mensuplai rumah subsidi itu dari Kementerian PUPR sebagai pengelola dana SLPP.

Ia mengaku, KPR subsidi merupakan bantuan pemerintah pusat, bagi masyarakat ekonomi rendah berupa kredit KPR dengan bunga 5 persen, serta uang muka 1 sampai 5 persen.

“Jadi tenornya 20 tahun. Dan ada juga bantuan subsidi uang muka dari pemerintah pusat kepada pegawai berpenghasilan rendah memiliki rumah dari pengembang atau PT Lestari Pembangunan Jaya,” ujarnya lagi.

Ia pun meminta bukti kwitansi jika apa yang diakui pendemo soal penyetoran yang mencapai Rp 30 juta itu.

"Harus dibuktikan dengan kwitansi. Harus daftar pakai uang muka. Daftar uang muka sesuai dengan harga rumah. Mau beli rumah ke saya daftar uang DP. DP itu bukan Rp 30 juta. DP itu 5 persen sampai 6 persen dari harga rumah. Jadi kalau mereka mengaku bayar hingga Rp 30 juta bohong. Makanya saya lapor pendemo ke Polda Maluku. Mereka itu juga belum tentu konsumen saya," katanya lagi.

Sementara itu, jelas Pattikayhatu  untuk di Pemkot Ambon ada dugaan tindak pidana korupsi dana Prasarana, Sarana dan Utilitas umum (PSU) senilai Rp 32 milyar.

"Saya mendapat bantuan PSU dari Kementerian PUPR senilai Rp 32 miliar. Itu satu unit rumah senilai Rp 8 juta jadi dikalikan dengan 4.000 unit rumah senilai Rp 32 milyar juga yang sudah disalahgunakan  oleh Pemkot Ambon dengan memberikan kepada yang lain dan menyatakan pekerjaan ini bukan proyek pemerintah. Pemkot harus bertanggung jawab soal itu," tadasnya.

Ia berharap, pihak kepolisian menindaklanjuti laporanya. Dia menegaskan, dokumen pengajuan angka kredit yang diduga disalahgunakan atau dihilangkan.

Sementara itu soal panggilan oleh DPRD, Pattikayhatu mengaku ia tidak hadir karena berada di Jakarta dan sudah menyampaikan secara lisan. (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!