Jaksa Mulai Sidik Ulang Pengadaan Tanah PLTMG Namlea
AMBON - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mulai menyidik ulang dugaan korupsi pengadaan tanah untuk lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 MV Tabun Anggaran 2016 di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea Kecamatan Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.
Penyidikan ulang dilakukan pasca putusan majelis Hakim pengadilan Negeri Ambon yang mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Ferry Tanaya dalam perkara ini beberapa waktu lalu.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette kepada malukuterkini.com, Selasa (29/9/2020) menjelaskan, Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-04/Q.1/Fd.2/09/2020, tanggal 25 September 2020 untuk melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
"Penerbitan Surat Perintah Penyidikan dilakukan karena menurut hemat kami putusan praperadilan tidak menggugurkan adanya dugaan tindak pidana. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan kembali memiliki dasar pertimbangan yuridis yang jelas," tandas Sapulette di kantor Kejati Maluku.
Sapulette menjelaskan, keberadaan praperadilan dalam hal ini adalah sebagai bentuk check and balance atau bentuk pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang harus menjamin perlindungan hak asasi manusia. Praperadilan bukan memeriksa dan menetapkan materi atau pokok perkara, Praperadilan hanya memeriksa prosedur yang Delah dilakukan dalam proses penyidikan.
“Mahkamah Konstitusi dalam pcrtimbangan putusan yang berkaitan dengan praperadilan pada beberapa perkara menyebutkan bahwa putusan praperadilau tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana,” rinciny.
Sebagai contoh, rinci Sapulette, Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 antara lain menyebutkan bahwa "perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa hersangka tersebut tidak berealah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar".
Oleh karena itu itu tidak ada pilihan lain bagi penyidik atau penuntut umum dalam hal penetapan tersangkanya yang telah dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan untuk memperbaharui penyidikan guna menetapkan seorang tersangka kembali setelah menemukan syarat yang ditetapkan oleh undang-undang termasuk prinsip-prinsip yang telah diputuskan oleh mahkamah konstitusi.
Sapulette menjelaskan, selain pertimbangan putusan mahkamah konstitusi di atas di dalam peraturan mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 dalam pasal 2 ayat (3) juga disebutkan di sana bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.
"Berdasarkan beberapa dasar pertimbangan di atas maka menurut hemat kami perlindungan terhadap hak tersangka melalui mekanisme peradilan tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan menggugurkan adanya tindak pidana dengan demikian tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar," jelas Sapulette. (MT-04)
Komentar