Kisah Tukang Becak Di Ambon Terapkan Protokol Kesehatan

Banyak orang yang masih berjuang dan bekerja di tengah pandemi Covid-19. Keadaan memaksa mereka untuk terus bekerja meski mereka sangat berisiko untuk terpapar. Seperti kisah dari Sonny dan La Bandi, dua orang tukang becak di Ambon. Keduanya biasa mengayuh becaknya keliling Kota Ambon untuk mencari nafkah.
Di tengah pandemi ini, tidak ada pilihan lain selain tetap berjuang demi mencari sesuap nasi dan terus menghidupi keluarganya.
Selain itu, mereka harus menerapkan protokol kesehatan saat melayani penumpang guna mencegah penyebaran Covid-19 seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Sonni, salah satu tukang becak di depan Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon kepada malukuterkini.com, Jumat (20/11/2020) mengaku selalu mengutamakan utamakan protokol kesehatan, ketika ada penumpang yang dua orang mereka tidak bisa muat dua-duanya.
"Bagi kami para tukang becak itu sangat patuh protokol kesehatan, di becak kami sangat patuh. Terkadang ada penumpang ingin naik dua orang tapi kita tidak mau sebab kami takut ditilang oleh petugas," ungkapnya.
Tak hanya itu, Sonny juga mengaku sangat taat memakai masker saat beraktivitas bahkan penumpangnya juga selalu diingatkan untuk juga memakai masker.
“Saya selalu taat memakai masker saat melayani penumpang becak. Termauk juga penumpang becak yang saya layani juga juga selalu diingatkan untuk juga memakai masker,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan, La Bandi salah satu tukang becak di Jalan AY Patty – Ambon. Ia juga mengatakan, dalam penerapan protokol kesehatan terkadang kesulitan mengatur penumpang yang mau naik orang orang dan tak mau pisah.
“Terkadang kami kesulitan menerapka protokol kssehatan khususnya jika ada penumpang yang ingin naik bersama teman, dan kerabat sehingga mereka tak mau memakai dua becak. Jadi kami harus ikhlas, kalau ada yang mau naik becak harus dua orang. Kami harus patuh protokol kesehatan, namun begitulah penumpang mereka tetap tidak mau, makanya sering ada perdebatan disitu. Namun saya terus mengingatkan penumpang untuk patuhi protokol kesehatan," kata La Bandi kepada kepada malukuterkini.com, Jumat (20/11/2020).
Khusus menyangkut pendapatan, keduanya mengaku pendapatan tukang becak di era pandemic Covid-19 mengalami penurunan yang sangat drastis dibandingkan kondisi normal.
Dengan pendapatan yang berkurang itu, mereka harus tetap bertahan dan terus bekerja keras dari pagi hingga malam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Terkadang dalam sehari untuk mendapatkan Rp 50 ribu saja, mereka harus bersusah payah.
"Pendapatan kita selama Covid-19 ini terkadang tak menentu. Dalam sehari pendapatan saya bida dapatkan Rp 30 ribu. Itu juga belum setor ke pemilik becak, sedangkan normal Rp 50 ribu - Rp 100 ribu,” ujar Sonny.
Begitu juga dengan La Bandi. Ia mengaku pendapatannya selama Covid-19 turun drastis, bahkan untuk membeli beras dirinya harus hutang di kios
"Pendapatan sehari kadang ada dan kadang juga kosong, apalagi ada kebutuhan rumah saya sampai bingung. Bahkan saya untuk beli beras saja tidak bisa dan terkadang hutan ke kios," ujar La Bandi.
Mencari uang di tengah pandemi seperti ini saja sudah sulit, apalagi ketika tak banyak lagi orang yang keluar rumah menumpang di becaknya.
Covid-19 bukanlah hal kecil yang bisa disepelekan. Kisah Sonny dan La Bandi patut menjadi contoh bagi tukang becak yang mungkin saja masih bekerja tanpa memperhatikan protokol kesehatan. (malukuterkini.com/nunik pratiwi)
Komentar