Dieksekusi Ke Lapas Ambon, Terpidana Korupsi SPMK Fiktif BLK Maluku Masuk Sel Isolasi

AMBON - Terpidana kasus korupsi Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) fiktif tahun 2010, Ong Onggianto Andreas langsung masuk ke sel isolasi setelah dieksekusi tim eksekutor Kejati Maluku ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Ambon.
Selama 14 hari terpidana ini akan menjalani masa pengenalan lingkungan di sel isolasi sebelum digabunkan dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) lainnya di Lapas Kelas IIA Ambon.
Ong Onggianto Andreas dieksekusi dengan menggunakan mobil tahanan Kejati Maluku DE 8478 AM ke Lapas Ambon tepat pukul 15.55 WIT dari kantor Kejati Maluku usai menyelesaikan administrasi eksekusi.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Rorogo Zega kepada wartawan di aula kantor Kejati Maluku, Rabu (10/3/2021) menjelaskan, terpidana ini merupakan DPO sejak tahun 2014 dan akhirnya berhasil ditangkap oleh tim tabur kejaksaan Agung (Kejagung) dengan Kejati Maluku di Makasar.
"Jadi Ong Onggianto Andreas ini DPO sejak 2014. Jadi yang bersangkutan sudah 7 tahun dikejar oleh tim tabur Kejaksaan Agung dan Kejati Maluku dan kemarin berhasil ditangkap," jelasnya.
Didampingi seluruh Asisten dan Kasi Penkum Kejati Maluku, Kajati mengatakan setelah ditangkap tim kemudiam menjemput terpidana di Makasar dan diserahkan jaksa eskekutor guna dilakukan eksekusi ini agar terpidana dibawa ke Lembara Pemasyarakatan kelas IIA Ambon menjalani pidana berdasarkan putusan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1713 K/Pid.Sus/2013 tanggal 15 Januari 2014.
“Terpidana Ong Onggianto Andreas dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun serta dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidiair enam bulan kurungan dan dihukum membayar uang pengganti Rp 516.050.000 subsidiair 1 bulan,” ungkapnya.
Kajati menegaskan tidak ada tempat yang aman bagi DPO. Karena itu diharapkan agar segera menyerahkan diri.
"Karena itu kami menghimbau kepada seluruh DPO yang masih tersisa ada dua orang atas nama Syarief Tuharea dan M Latuconsina untuk segera menyerahkan diri jarena tidak ada tempat yang aman kepada buronan. Kami sangat tegas dan pasti akan tertangkap," tandasnya.
Kajati mengaku, hingga saat ini sudah enam DPO yang berhasil ditangkap.
"Tahun 2020 kemarin kita sudah menangkap sebanyak enam orang terpidana atau buronan. Satu menyerahkan diri kemudian, Januari - Maret ini kita sudah menangkap dua orang termasuk hari ini. Yang masih belum tertangkap atau masih dalam pencarian untuk tangkap yaitu DPO atas nama Syarief Tuharea dan M Latucosina," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Ong Onggianto Andreas bersama Samuel Kololu, yang saat itu menjabat Kepala BLK Maluku dan Hanny Samallo yang saat itu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), telah membuat dan menandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) fiktif tahun 2010 di BLK Maluku untuk kegiatan yang belum tercantum dalam DIPA.
SPMK kegiatan pengadaan obat dan pembekalan Kesehatan, peralatan Laboratorium dan peralatan pemeriksaan Napza pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku yang dibiayai APBD Tahun Anggaran 2010 telah diajukan oleh terdakwa untuk jaminan kredit di Bank Maluku. Setelah kredit cair ternyata tidak bisa dibayar karena pekerjaan sebagaimana tercantum dalam SPMK tidak ada, dan akibat perbuatan para terpidana telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp 2,25 miliar. (MT-04)
Komentar