Ini Sejarah Ketupat Identik dengan Lebaran

AMBON, MalukuTerkini.com - Ketupat sudah identik saat perayaan Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, tradisi ketupat saat Lebaran atau yang biasa disebut Lebaran Ketupat ini memiliki sejarah dan makna tersendiri.
Melansir situs Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, sosok yang memperkenalkan ketupat adalah Sunan Kalijaga. Raden Mas Sahid, anggota Walisongo yang dikenal dengan panggilan Sunan Kalijaga ini memperkenalkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat, dalam perayaan Lebaran atau Hair Raya Idul Fitri.
Tradisi ketupat saat Lebaran ini juga biasanya disebut Lebaran Ketupat. Adapun pelaksanaan Lebaran Ketupat sendiri diperingati masyarakat pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran hari kedelapan.
Tradisi ketupat pada saat perayaan Lebaran tersebut berawal dari penyebaran agama Islam di pulau Jawa oleh Sunan Kalijaga. Salah satu tokoh Walisongo yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Tradisi Lebaran Ketupat, yang berasal dari wilayah pesisir utara Jawa, tempat awal penyebaran Islam, tak kuat pengaruhnya di pedalaman. Hanya sejumlah wilayah pesisir utara yang masih menganggap Lebaran Ketupat, biasa disebut "Hari Raya Kecil", sebagai Lebaran sebenarnya seperti Kudus, Pati, dan Rembang.
Kendati begitu, secara esensial tidak ada yang membedakan antara Lebaran Ketupat dengan Lebaran pada Hari Raya Idul Fitri. Keduanya punya makna yang sama.
Masih merujuk situs Dinas Kebudayaan DIY, menurut Slamet Mulyono dalam Kamus Pepak Basa Jawa, kata "Ketupat" berasal dari "Kupat". Parafrase kupat adalah "ngaku lepat" yang artinya mengaku bersalah.
Sementara janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata "jatining nur" yang bisa diartikan hati nurani. Adapun besar yang dimasukkan dalam anyaman ketupat, secara filosofis menggambarkan nafsu duniawi.
Menurut penjelasan di atas maka bentuk ketupat artinya melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, ketupat yang berbentuk persegi diartikan dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan, dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah) kiblat atau arah kiblat (salat).
Rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat memiliki simbol dari kompleksitas masyarakat Jawa saat itu. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial. (MT-05)
Komentar