Sekilas Info

Tantangan Pelayanan Kesehatan di Desa Wagrahe – Pulau Buru

Penulis:

Farah Noya (Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura, Provinsi Maluku, Indonesia)

Robyn Ramsden (Rural Doctors Network, New South Wales, Australia)

Sistem Rujukan Gugus Pulau1 di Provinsi Maluku digagas untuk meningkatkan akses dan layanan kesehatan di pulau-pulau terpencil dan terluar di Provinsi Maluku. Sistem ini bertujuan menjembatani kesenjangan geografis, ekonomi, dan sosial-budaya di Provinsi Maluku dengan membangun pusat-pusat gugus yang mumpuni dalam menangani masalah kesehatan di dalam gugus tanpa harus melakukan rujukan yang tidak perlu ke ibukota provinsi, Ambon.

Hanya saja, banyak kendala yang menjadikan implementasi sistem ini belum maksimal. Provinsi ini memiliki karakteristik transportasi umum yang buruk dan akses yang sulit dengan waktu tempuh yang lama ke ibu kota kabupaten atau kota provinsi, yang sering diperparah dengan kondisi cuaca buruk dan medan yang sulit. Penduduk di pulau terpencil banyak kali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.

Pulau Buru adalah pulau terbesar ketiga di Kepulauan Maluku, Indonesia. Pulau ini terletak di antara Laut Banda di sebelah selatan dan Laut Seram di sebelah utara, di sebelah barat pulau Ambon dan Seram. Terletak di jantung Buru, terdapat sebuah desa kecil bernama Wagrahe. Dikelilingi oleh keindahan Danau Rana yang tenang dan kehijauan hutan yang rimbun, Wagrahe merupakan tempat yang memiliki warisan budaya yang unik dan kemegahan alam yang luar biasa. Namun, di balik eksterior yang indah ini, desa ini menghadapi tantangan kesehatan yang signifikan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

1 . Pulau Buru di Indonesia dari Otherworldmap.com

Pada tahun 2020, Puskesmas Wagrahe, didirikan sebagai bagian dari sistem layanan kesehatan berbasis gugus pulau, terpisah dari puskesmas utama, Wamlana, yang berjarak 4 jam perjalanan. Dengan misi mulia untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan medis penduduknya, Puskesmas Wagrahe bergulat dengan berbagai rintangan yang berat. Pada tahun 2023, penyakit yang paling banyak diderita adalah infeksi saluran pernapasan akut dan diare, sedangkan kasus gawat darurat yang paling umum adalah perdarahan persalinan.

Berbagai penelitian telah mendokumentasikan bahwa masalah infrastruktur, peralatan, dan aksesibilitas yang persisten di daerah-daerah terpencil sangat menghambat efektivitas pemberian layanan kesehatan di daerah-daerah ini. Tantangan layanan kesehatan yang dihadapi oleh Desa Wagrahe di Pulau Buru merupakan contoh dari masalah persisten tersebut.

Puskesmas Wagrahe bergulat dengan keterbatasan sumber daya yang parah. Puskesmas ini terganggu oleh peralatan yang rusak dan kurangnya pasokan listrik yang terus-menerus, yang sangat menghambat pemberian layanan kesehatan yang penting. Di Puskesmas, terdapat generator listrik yang digunakan sebelum dan sesudah panel surya rusak, namun pengoperasiannya bergantung pada ketersediaan bahan bakar dan pendanaan. Seringkali, ketika bahan bakar tidak tersedia, mereka menggunakan lampu minyak untuk merawat pasien di malam hari. Perawat dan bidan bekerja dengan tekun, seringkali dalam kondisi yang menantang, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Perjalanan menuju Puskesmas Wagrahe penuh dengan kesulitan. Puskesmas Wamlana, pusat rujukan kesehatan terdekat berjarak 3-4 jam perjalanan. Isolasi desa-desa wilayah pelayanan Puskesmas Wagrahe diperparah dengan kondisi jalan yang rusak berat dan sering kali tidak dapat dilalui, sehingga membuat pemindahan pasien menjadi hal yang sulit, baik dari desa-desa sekitar ke puskesmas maupun dari puskesmas ke fasilitas yang lebih maju. Bagi pasien dari desa-desa di sekitarnya, mencapai puskesmas saja menjadi hal yang sulit.

 

  1. Kondisi rumah-rumah sebagian besar penduduk Desa Wagrahe

Dalam wawancara dengan beberapa informan kunci di Wagrahe yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura berkolaborasi dengan Rural Doctors Network, New South Wales, Australia, terungkap kedalaman tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Kepala puskesmas berbicara tentang perjuangan besar yang mereka hadapi dalam menyediakan layanan kesehatan, dengan fasilitas yang tidak memadai dan kurangnya pasokan medis yang diperlukan. Para perawat berbagi pengalaman mereka bekerja di bawah kondisi ini, membahas perawatan pasien dalam keterbatasan sumber daya, dan tantangan komunikasi. Para bidan menceritakan tantangan dalam memastikan persalinan yang aman dengan sumber daya yang terbatas. Pasien berbagi pengalaman langsung dalam mengakses layanan kesehatan, menyoroti dampak dari fasilitas yang tidak memadai. Para pemimpin masyarakat mendiskusikan upaya kolektif untuk menemukan solusi dan mengadvokasi perubahan.

  1. Para peneliti dari Universitas Pattimura dan Rural Doctors Network, NSW berfoto bersama dengan staf Puskesmas Wagrahe di Desa Wagrahe, Kabupaten Buru.

 

Kegagalan sistem rujukan nasional SISRUTE2 dan Sistem Rujukan Gugus Pulau3 dalam menyediakan dukungan yang memadai di wilayah terpencil memiliki implikasi yang signifikan bagi kesehatan masyarakat. Tanpa reformasi yang mendesak dan investasi yang ditargetkan dalam infrastruktur dan sumber daya, Sistem Rujukan Gugus Pulau berisiko gagal mencapai tujuannya untuk meningkatkan akses layanan kesehatan bagi penduduk yang paling rentan di Provinsi Maluku.

Situasi di desa-desa seperti Wagrahe, menyoroti perlunya penilaian ulang terhadap kemampuan operasional sistem dan fokus baru untuk mengatasi hambatan infrastruktur dan logistik yang terus menghambat penyediaan layanan kesehatan. Meningkatkan kualitas dan akses jalan sangat penting untuk penyediaan layanan kesehatan yang lebih baik di Wagrahe dan desa-desa sekitarnya. Diperlukan pendekatan multisektoral dari berbagai kementerian terkait, agar pemenuhan infrastruktur standar bagi masyarakat segera terwujud, sehingga akses dan layanan kesehatan tidak lagi terkendala, dan hak kesehatan masyarakat provinsi Maluku dapat terpenuhi. Advokasi untuk infrastruktur yang lebih baik sedang dilakukan, dengan anggota masyarakat mendiskusikan rencana dan mencari dukungan dari pemerintah dan LSM.

  1. Kondisi jalan untuk akses dari dan ke Desa Wagrahe

Telemedicine menawarkan secercah harapan, menjembatani kesenjangan antara Wagrahe dan fasilitas kesehatan yang lebih maju, dan menyediakan jalur penyelamat bagi pasien yang membutuhkan. Namun ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang mumpuni, serta sumber daya manusia yang melek teknologi selain memiliki keterampilan handal dalam penanganan kasus medis jarak jauh menjadi aspek penting yang perlu di persiapkan secara matang. Investasi infrastruktur lewat kementerian terkait menjadi kebutuhan demi terlaksananya solusi temeledicine ke depan.

Terlepas dari tantangan-tantangan ini, masyarakat Wagrahe tetap tangguh. Rasa kebersamaan mereka mengikat mereka bersama, dan mereka saling mendukung satu sama lain dalam suka dan duka. Tantangan yang mereka hadapi sangat besar, namun semangat mereka tidak pernah padam. Kepala Puskesmas Wagrahe, bersama para perawat dan bidan yang berdedikasi, bekerja tanpa lelah untuk menyediakan layanan kesehatan, beradaptasi dengan persediaan yang terbatas dan menemukan cara-cara inovatif untuk merawat pasien mereka. Bersama-sama, mereka berusaha untuk membuka jalan yang lebih sehat bagi desa mereka, yang melampaui tantangan geografis dan infrastruktur.

  1. Kepala Puskesms Wagrahe, Moksen Z. Tomhisa, A.Md.Kep

Dengan membagikan kisah ini, kami bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menggalang dukungan untuk inisiatif yang dapat mengubah layanan kesehatan di desa terpencil ini. (*)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!