Sekilas Info

Ketua Sinode GPM: 61 Rumah Warga Adat Masihulan Dibakar

AMBON, MalukuTerkini.com - Sebanyak  61 unit rumah milik warga adat Negeri Masihulan dibakar saat aksi penyerangan yang dilakukan warga Negeri Sawai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Kamis (3/4/2025).

“Ada 61 rumah warga adat Masihulan yang dibakar dan mereka kehilangan semua hartanya. Saya minta maaf jika harus menyebutkan ini kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh ditolerir dan jangan dilakukan kepada orang lain atas alasan apapun,” tandas Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) Pendeta Elifas T Maspaitella dalam keterangan resminya yang disampaikan melalui laman resmi Sinode GPM, Jumat (4/4/2025).

Ia juga menegaskan, jika ada persoalan hukum maka biarlah diselesaikan secara hukum.

“Jika itu persoalan orang basudara, mari bakudapa dudu sama-sama lalu katong bicara. Seng boleh maeng cara-cara macam bagini. Akang seng bawa untung par Katong pung anana cucu,” tandasnya.

Ia mengaku tidak tahu apa penyebab penyerangan kelompok perusuh atas masyarakat adat Masihulan

“Saya tidak tahu apa penyebab penyerangan kelompok perusuh atas masyarakat adat Masihulan. Jika itu buntut dari sengketa batas tanah Sawai dan Huaulu, maka jelas tidak ada korelasi apapun dengan penyerangan dan pembakaran rumah masyarakat adat Masihulan,” ungkapnya.

Dikatakan, insiden penyerangan ini merupakan suatu bentuk kekerasan yang tidak bisa ditolerir.

“Saya berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak mengarahkan pandangan dan keprihatinan hanya kepada korban, lalu menganggap tanggap darurat dan pemulihan fisik adalah jawaban atas kondisi ini. Cara yang tepat adalah mereka mengarahkan pandangan dan fokus perhatian kepada para perusuh. Sebab jika tidak mereka akan merasa memiliki power yang besar termasuk untuk mengusir suatu kelompok masyarakat adat dari negerinya,” katanya.

Maspaitella juga mendesak Kapolda Maluku untuk dalami fakta penyerangan tersebut secara obyektif,

“Kapolda harus dalami fakta penyerangan tersebut secara obyektif, bukan karena personel Polisi menjadi korban, tetapi apa ada perlengkapan taktis perang yang membuat aparat TNI/Polri setempat sulit menghadang mereka,” ungkapnya.

Hal ini, jelasnya, sangat penting supaya jangan ada satu kelompok membuat masyarakat adat tidak tenang hidup di dalam satuan milik adatnya.

“Negara ini mesti menjamin kelangsungan hidup masyarakat adat, sebab itu sengketa batas tanah juga harus didalami dan diselesaikan secara tepat.  Kami merasa sedih dengan konflik ini, sebab kita sudah susah payah membangun perdamaian, tapi selalu saja ada pihak yang menodainya,” jelas Maspaitella. (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!