Sekilas Info

Dua Oknum Polisi Penjual Senpi ke Papua Disidangkan

AMBON - Dua oknum anggota Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Sam Herma Palijama (34) dan Muhammad Romi Arwanpitu (38)  menjalani sidang  perdana di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Rabu (7/4/2021).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan dan berlangsung secara virtual.

Kedua terdakwa ini sidangkan  dalam kasus penjualan  senjata api (senpi) dan amunisi ke Papua bersama empat warga sipil yang juga ikut disidangkan.

Empat warga sipil masing-masing, Sahrul Nurdin (39), Ridwan Mohsen Tahalua (44), Handri Morsalim (43) dan Andi Tanan (50). Enam terdakwa saat sidang didampingi oleh penasehat hukumnya ,Thomas Wattimury.

Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku, Eko Nugroho  dalam  dakwaanya menjelaskan, perbuatan para terdakwa terjadi sejak tahun 2020 dan 2021 di beberapa tempat diantaranya Pangkalan Ojek Desa Batu Merah, Pasar Arumbai Mardika, Pasar Mardika Ambon, bawah Jembatan Merah Putih (JMP), dan kawasan Kapahaha, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

JPU membeberkan, para terdakwa bersama-sama dengan Welem Taruk (terdakwa dalam berkas perkara tersendiri yang diajukan penuntutan secara terpisah/Splitching) dan Atto Murib (DPO) melakukan atau turut serta sengaja menerima, menyerahkan, membawa, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan senjata api dan amunisi tanpa hak.

Kasus ini bermula ketika Atto Murib yang merupakan pemilik tambang emas di Kilometer 54 Kabupaten Nabire, Provinsi Papua berkenalan dan meminta Welem Taruk yang berasal dari Ambon untuk mencari senpi dan amunisi untuk dibeli.

Kala itu, permintaan pencarian senjata api dan amunisi di Ambon diminta oleh Atto karena Ambon merupakan daerah bekas kerusuhan atau konflik. Dan berdasarkan  permintaan itu, Wellem kemudian berkenalan dengan Sam salah satu terdakwa oknum anggota Polri.

Mendengar permintaan Welem, Sam kemudian menyampaikan dirinya akan mencari senjata api rakitan. Ia kemudian menghubungi Iwan Touhuns, warga Rumahkay yang masih DPO untuk melakukan pencarian senjata rakitan.

"Iwan Touhuns menyampaikan kepada sam bahwa ia akan mengecek ke iparnya terlebih dahulu dan apabila ada maka ia akan menghubungi Terdakwa  Sam," jelas JPU.

Selanjutnya pada bulan Oktober 2020, Iwan menghubungi Sam, karena ada senjata api rakitan jenis SS1 yang bisa dibeli dengan harga Rp 8 juta. Mengetahui hal tersebut Sam kemudian pergi ke Desa Rumahkai untuk melihat senjata tersebut. Setelah memastikan senjata tersebut ada dan berfungsi, Sam langsung menghubungi Welem untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah mendapatkan senjata api rakitan seharga Rp 20 juta.

Esok harinya, Welem datang dengan mobil Avansa Veloz hitam. Ia menunggu Sam di ujung Desa Rumahkai. Sam kemudian menyerahkan senjata api rakitan setelah Welem memberikan uang sebesar Rp 20 juta.

Usai menjual senjata api rakitan kepada Welem, Sam kembali ke Desa Rumahkai untuk membayar harga senjata tersebut yang dibeli dari Iwan sebesar Rp 8 juta.

"Pada bulan Desember 2020 Terdakwa  kembali mendapatkan informasi dari Iwan bahwa ada senjata rakitan yang mau dijual dengan harga Rp 6 juta," jelas Jaksa Eko.

Mendapat informasi tersebut, Sam segera menghubungi Wellem. Ia kembali menyampaikan bahwa senpi yang didapat harganya sama yaitu Rp 20 juta.

"Saat itu Wellem langsung transfer ke rekening Terdakwa Sam," beber Jaksa..

Setelah mendapatkan uang tersebut Sam ke Desa Rumahkai bertemu Iwan. Ia lalu menyerahkan uang sebesar Rp 6 juta. Iwan lalu pergi mengambil senjatanya di Desa Kamariang.

"Iwan kembali membawa senjata api rakitan jenis SS1 dan diserahkan kepada Terdakwa . Selanjutnya Terdakwa  membawa senjata tersebut ke rumahnya di Desa Pia, Saparua. Lalu pada bulan Januari 2021 Welem datang mengambilnya, dan membawa senjata lewat jalur Seram menuju ke Papua," beber jaksa.

JPU mengatakan, pada bulan Agustus 2020 di pangkalan Ojek Lorgi Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon, terdakwa Muhammad Romi Arwanpitu, oknum anggota Polri, sebelumnya mendapatkan senjata api jenis pistol dari saksi Amirudin Lessy, oknum anggota TNI Angkata Udara (diproses Pidana Militer).

Setelah mendapatkan pistol, Romi kemudian bertemu terdakwa Ridwan Mohsen Tahalua. Romi berbisik ke telinga Ridwan kalau ada senjata.

Melihat pistol di samping pinggang Romi, Ridwan kemudian mengaku akan menjualnya. Romi yang mengaku pistol itu bekas konflik kemanusiaan lalu meminta untuk menjualnya seharga Rp 5 juta.

"Pistol tersebut kemudian dibawa ke Pasar Arumbai untuk ditawarkan ke Sahrul Nurdin (Terdakwa 1)," jelasnya.

Sahrul membeli pistol itu seharga Rp 5 juta yang diserahkan secara bertahap. Uang itu kemudian diberikan kepada Romi, oknum anggota Polresta Ambon tersebut.

Selanjutnya, kata Eko, pada awal tahun 2020 Handri Morsalim (Terdakwa 5) mempunyai senjata api laras pendek rakitan beserta 1 amunisi yang sebelumnya milik mertuanya.

Handri kembali bertemu terdakwa Sahrul di Pasar Mardika. Ia menyampaikan memiliki senjata api. Sahrul lalu mendatangi rumah Handri untuk membeli senjata api laras pendek dan satu dus full amunisi seharga Rp 1 juta.

Selanjutnya pada bulan November 2020 Andi Tanan (Terdakwa 6) yang bersahabat dengan Welem Taruk (DPO), kemudian mencari saksi Milton Sialeky, oknum anggota TNI Angkatan Darat (diproses Pidana Militer).

Anggota TNI AD di Waiheru yang bertugas di Satuan Yonif Raider 733/Masariku dan kemudian terjadi tiga kali transaksi jual beli. Yang pertama adalah pembelian 100 butir peluru kaliber 5,56 pada sekitar bulan Nopember 2020 sekitar pukul 23.00 Wit bertempat di bawah Jembatan Merah Putih dengan harga Rp 500.000.

Untuk pembelian yang kedua juga terjadi pada bulan Nopember 2020 sekitar pukul 23.00 WIT atau 1 minggu berselang dari pembelian yang pertama, pembelian yang kedua bertempat di depan rental mobil Toking. Dimana saat itu terdakwa Milton  lagi menjual 100 butir peluru kaliber 5,56 dengan Rp 500 ribu kepada Terdakwa VI.

Untuk pembelian ketigaterjadi pada sekitar bulan Januari 2021 bertempat di depan gereja Pantekosta, Lampu Lima, Kecamatan Sirimau ,Kota Ambon sekitar pukul 23.00 Wit. Milton saat itu, menjual 400 butir peluru kaliber 5,56 kepada Terdakwa VI dengan harga RP. 1 juta.

Terdakwa VI membeli amunisi tersebut dari Milton menggunakan uang yang dikirim oleh Atto Murib. Selanjutnya kedua terdakwa ini bertemu di depan Gereja Pantekosta pada sekitar bulan Januari 2021 pukul 22.00 Wit sesuai perintah Atto Murib untuk mengambil amunisi tersebut untuk mengambil  amunisi tersebut untuk dibawa pergi.

Perbuatan lara terdakwa sebagaimana dalam dakwaan Jaksa diatur dan diancam pidana pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang RI dahulu No.8 tahun 1948 jo Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.

Usai pembacaan dakwaan Jaksa, Hakim langsung menunda sidang hingga Rabu (14/4/21) dengan agenda pemeriksaan saksi. (MT-04)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!