Penyidik KPK Geledah Rumdis & Rumah Pribadi Wali Kota Ambon

AMBON, MalukuTerkini.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas (rumdis) dan rumah pribadi Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, Rabu (18/5/2022).
Penggeledahan dilakukan lebih dulu di rumdis yang terletak di kawasan Karang Panjang, Kota Ambon, Rabu (18/5/2022) sore dan kemudian dilanjutkan di rumah pribadi di kawasan Kayu Putih pukul 19.00 – 20.00 WIT.
Di rumdis Wali Kota Ambon, penyidik KPK tampak menyita satu koper yang diduga berisi dokumen. Begitu juga satu koper dokumen juga disita di rumah pribadi wali kota. Selain itu KPK tampak membawa satu karton dan satu tas jinjing berwarna coklat dari rumah tersebut,
Usai dari kedua lokasi tersebut, penyidik KPK juga menggeledah rumah tersangka Andre E Hehanussa yang terletak di kawasan Bere-bere. Namun KPK tak menemukan dokumen-dokumen yang terkait dengan kasus dimaksud.
Tim kemudian bergerak meninggalkan Kawasan Bere-bere dengan menumpangi tiga unit mobil.
Proses penggeledahan itu dilakukan pasca Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy dan dua orang lainnya resmi ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka tindak pidana berupa penerimaan hadiah atau janji yang tekait persetujuan izin, prinsip pembagunan usaha ritel di Kota Ambon tahun 2020. Richard dan satu tersangka lainnya Andre E Hehanussa telah ditahan sejak Jumat (13/5/2022) malam.
Sebelumnya, Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy dan dua orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terkait izin pembangunan minimarket. Richard terlibat dalam kasus suap dan kini telah ditahan di KPK.
"Kita akan menyampaikan tindak pidana berupa penerimaan hadiah atau janji yang tekait persetujuan izin, prinsip pembagunan usaha ritel di kota Ambon 2020 dan tentu juga tidak terlepas dari tindak korupsi gratifikai dan suap," Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (13/5/2022) malam.
"KPK telah menetapkan ada tiga tersangka, antara lain Richard Louhenapessy, Wali Kota Ambon 2011/2016 dan periode 2017/2022," ujarnya.
Selain itu ada juga Andre E Hehanussa (Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon) juga ditetapkan menjadi tersangka. Tak hanya itu, KPK juga menjerat Amri (staf Alfamidi) di kasus ini.
Richard diduga terjerat tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi perizinan minimarket di Ambon.
Firli menjelaskan, dalam proses pengurusan izin pembangunan tersebut, diduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri ini, katanya, kemudian Richard memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
“Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew Erin Hehanussa yang adalah orang kepercayaan Richard. Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew Erin Hehanussa,” jelasnya.
Firli menjelaskan pasal-pasal yang disangkakan kepada para tersangka. Baik itu kepada Richard, ataupun kepada dua tersangka lainnya.
Tersangka Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka Richard dan Andre disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KPK juga sebelumnya menjemput paksa Richard di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat. KPK menepis keterangan Richard yang menyatakan dirinya sakit.
Richard kemudian ditahan KPK selama 20 hari pertama di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sedangkan AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. (MT-04)
Komentar