Penjabat Wali Kota Ambon Hadiri Rakor Bersama Kemendagri
JAKARTA, MalukuTerkini.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penjabat Kepala Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Kemendagri, Jumat (9/6/2023).
Rakor yang dihadiri Penjabat Wali Kota Ambon Bodewin Wattimena itu digelar dalam rangka menjamin peningkatan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik serta implementasi kebijakan strategis nasional di daerah.
Rakor ini dihadiri oleh seluruh Pejanat kepala daerah, baik dari provinsi, kabupaten, dan kota.
Dalam arahannya membuka Rakor tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU), penunjukan penjabat kepala daerah merupakan bentuk penugasan untuk mengisi kekosongan. Hal ini merupakan konsekuensi dari UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengamanatkan Pilkada Serentak 2024.
“UU kita itu mengatur tentang (penunjukan) penjabat ini. Pergantian penjabat ini UU utamanya adalah UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016, yang disitu menyampaikan bahwa (kepala daerah) yang berakhir masa jabatannya (sebelum tahun 2024) diganti dengan penjabat,” ujar Mendagri.
Mendagri menjelaskan, di dalam UU tersebut mencakup dua hal. Pertama, mengenai pihak yang diberikan kewenangan untuk melakukan penunjukan dan penugasan penjabat kepala daerah.
Para penjabat tersebut, jelasnya, ditunjuk menjalankan tugas untuk mengisi kekosongan jabatan sampai dengan hasil Pilkada Serentak 2024.
Berdasarkan regulasi itu pula diatur bahwa kewenangan penunjukan penjabat gubernur oleh Presiden yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Kepres), kemudian kewenangan untuk penunjukan penjabat bupati/wali kota adalah Mendagri yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri). Lebih lanjut, kewenangan tersebut diterapkan secara teknis melalui mekanisme sidang Tim Penilai Akhir (TPA).
“Jadi sebetulnya mekanismenya lebih transparan dan lebih non-otoritatif, jadi tidak otoriter,” ujarnya.
Hal kedua, sebagaimana diatur dalam UU tersebut, adalah mengenai syarat penjabat. Untuk penjabat gubernur, jelas Mendagri, harus berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau eselon I struktural. Kemudian untuk penjabat bupati/wali kota harus berasal dari pejabat tinggi pratama atau eselon II struktural.
Sementara itu, dalam laporannya Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan, sampai bulan Mei 2023 terdapat sebanyak 105 penjabat. kepala daerah yang terdiri dari 11 penjabat gubernur, 77 penjabat bupati dan 17 penjabat wali kota.
Menurutnya, keberadaan penjabat kepala daerah memiliki arti penting untuk menjamin kesinambungan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Hal itu khususnya, pada masa transisi sebelum dilantiknya kepala daerah definitif hasil Pilkada 2024.
Dia menekankan, secara operasional, tugas dan wewenang penjabat kepala daerah yakni memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik, khususnya penyelenggaraan urusan wajib pelayanan dasar. Selain itu mengawal implementasi kebijakan strategis nasional di daerah, membangun kehidupan berdemokrasi, serta mengawal tata Kelola keuangan daerah.
“Selain dari itu juga membangun sinergi antar-tingkatan pemerintahan serta menjalin komunikasi dengan seluruh stakeholder dalam upaya mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” jelas Akmal.
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena dalam keterangannya mengatakan, para penjabat kepala daerah saat ini berada dalam ekspektasi yang tinggi dan menjadi role model atas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
"Kita (penjabat kepala daerah), punya kewenangan yang sama dengan kepala daerah definitif, meski ada beberapa yang dibatasi, namun bisa jika itu memenuhi syarat dan izin dari Kemendagri. Karena kita menjadi pejabat kepala daerah, kita tidak mengeluarkan uang dan sebagainya, maka dari itu kita tidak boleh terlibat dalam persoalan-persoalan hukum, seperti terlibat dalam korupsi dan lainnya itu yang diminta oleh pemerintah pusat dalam hal ini KPK," katanya.
Dijelaskan, penjabat kepala daerah juga diminta mampu membawa perubahan yang siginifan, walaupun hanya memimpin dalam kurun waktu yang singkat.
"Kita juga diminta untuk menerapakan kebijakan-kebijakan strategi nasional di daerah masing-masing. Misalnya, stunting kemudian bagaimana kita melakukan inovasi didaerah, kita juga diminta untuk sering turun ke masyarakat. kita juga diminta untuk menindaklanjuti persoalan pegawai kontrak yang bertugas di Satpol PP, dan Damkar, serta OPD teknis lainnya," jelasnya.
Wattimena menambahkan, dalam rakor tersebut para penjabat diharapkan mampu melakukan pengelolaan keuangan daerah secara baik.
"Hal lain yang juga disampaikan adalah terkait administrasi kependudukan. Ini merupakan hal-hal umum yang selama ini sudah kita lakukan, tetapi ditegaskan lagi supaya semua kita tetap berada di jalur yang benar," tandasnya. (MT-05)
Komentar