Sekilas Info

Kasus Penganiayaan di Tanimbar Berakhir Damai

SAUMLAKI, MalukuTerkini.com – Kasus tindak pidana penganiayaan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar berujung damai.

Hal itu setelah dilakukan upaya Restorative Justice oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Tanimbar, Selasa (18/4/2023).

Jaksa menerapkan Restorative Justice dalam rangka menegakkan hukum bagi kepentingan kemanusiaan kepada kedua tersangka yaitu Adolof Lartutul alias Lili dan Rio Lartutul alias Rio.

Dalam rilis yang diterima malukuterkini.com, Kejari Tanimbar Dady Wahyudi, melalui Kasi Intel Agung Nugroho, menjelaskan telah dilaksanakan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)  berdasarkan Restorative Justice.

“Penyerahan SKP2 tersebut berdasarkan hasil ekspose bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana yang dilakukan secara virtual (aplikasi zoom meeting) pada 17 April 2023,” jelasnya.

Ekspose tersebut, katanya diikuti juga oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Edyward Kaban dan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar Dadi Wahyudi, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Gedion Ardana dan Jaksa Fasilitator Jerry NA Pattiasina.

Tersangka yang diajukan penghentian Penuntutan berdasarkan Restorative Justice dikenakan atau disangkakan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana

“Pengajuan 2 perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor  15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice sebagai perwujudan kepastian hukum,” jelasnya.

Dikatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan Berdasarkan Restorative Justice ini diberikan yaitu telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan sebaliknya korban sudah memberikan maaf kepada tersangka.

“Tersangka juga baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.  Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.  Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan. Selain juga masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan Restoratif Justice,” katanya.

Selanjutnya Kajari Tanimbar menerbitkan SKP2 berdasarkan Restorative Justice yang diserahkan kepada dua tersangka  sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice. (MT-06)

Penulis:

Baca Juga

error: Content is protected !!